Pertempuran Israel-Hamas memuncak usai serangan rudal pada Sabtu. Korban dilaporkan mencapai 1.400 orang, dengan jumlah meninggal dunia 900 dari Israel.
Amerika menyebut serangan oleh kelompok militan sebagai serbuan organisasi teroris, sekaligus menandai kegagalan intelijen Israel terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Konflik di jalur Gaza telah lama terjadi. Berkaca dari sejarah terjadi perebutan wilayah oleh kedua kelompok.
Memanasnya konflik hingga Israel menyatakan perang membuat komoditas minyak mengalami lonjakan pada Senin. Para trader khawatir konflik ini akan memicu ketidakstabilan baru di Timur Tengah.
Bahkan ada potensi baru, yaitu Israel menyerang Iran. Sejauh ini, para pejabat Israel, serta rekan-rekan mereka di AS dan Eropa, secara luas menyalahkan Iran.
Meski tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa Iran menjadi dalang serangan rudal akhir pekan itu.
“Masih belum jelas bagi kami bahwa mereka mungkin telah melakukannya,” kata Dermer. “Tapi saya harus mengatakan bahwa mereka sedang bekerja saat ini untuk membawa lebih banyak lagi kelompok teror ke dalam pertarungan ini.”
Dermer, yang telah lama menjadi sekutu Netanyahu, mengatakan bahwa respon Israel terhadap aksi militan di Gaza dan sekitarnya akan sangat keras.
Tidak secara tegas dikatakan Dermer apakah pasukan darat Israel akan bergerak ke jalur tersebut—sesuatu yang belum pernah mereka lakukan dalam skala besar sejak tahun 2014.
9 tahun lalu serangan berlangsung selama tujuh minggu dan menewaskan lebih dari 2.000 warga Palestina serta puluhan warga Israel.
“Mungkin akan memakan waktu, namun kami akan membayar harga yang sangat mahal sehingga Hamas tidak hanya tidak akan pernah berpikir untuk melakukan hal ini lagi, saya pikir tidak ada musuh-musuh Israel yang akan berpikir untuk melakukan hal seperti ini lagi,” kata Dermer.
—Dengan asistensi Jonathan Ferro, Tom Keene, Edward Dufner dan Lisa Abramowicz.
(bbn)