Logo Bloomberg Technoz

Bhima menjabarkan dampak berantai selanjutnya adalah kenaikan harga barang impor akibat depresiasi rupiah, khususnya komoditas pangan.

“Contohnya beras. Meskipun ada negara yang siap jual ke Indonesia, tetapi biaya impor berasnya dipengaruhi dolar AS sehingga beras impor harganya bisa naik,” tuturnya.

Selain beras, lanjut Bhima, impor bahan bakar minyak (BBM) pun bakal menjadi lebih mahal.

Dalam kaitan itu ada dua skenario yang mungkin terjadi; apakah pemerintah akan menaikkan alokasi subsidi energi atau langsung mentransmisikan dampak kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah kepada masyarakat.

“Dengan kata lain, masyarakat harus membayar BBM lebih tinggi, [padahal] inflasi menjadi ancaman serius bagi daya beli domestik,” tuturnya.

Harga minyak dunia memasuki awal kuartal IV-2023./dok. Bloomberg

Dampal lainnya, kata Bhima, adalah ketidakpastian akan kelanjutan tren ‘bonanza’ komoditas. Dia mengelaborasi, konflik di Timur Tengah yang terus memanas bisa mengatrol komoditas minyak mentah kembali ke level di atas US$90. Menurut perkiraannya, di rentang US$90—US$92 per barel.

“Meskipun naik, [harga minyak akibat sentimen perang Israel-Hamas] tetap belum mampu menandingi harga minyak saat krisis 1973, yang saat itu menembus rekor kenaikan tertinggi dari US$2 per barel menjadi US$11 per barel atau naik 450%,” ujar Bhima.

Menurutnya, faktor geopolitik dan keamanan memang punya andil terhadap fluktuasi harga minyak, tetapi pasar minyak akhir-akhir ini cenderung mengalami anomali pasokan dan permintaan sekaligus.

Adapun, jelas Bhima, beberapa faktor yang membuat harga minyak tidak akan bergerak seliar 1973 adalah relaksasi pembatasan ekspor minyak dari Rusia yang diperkirakan menambah pasokan minyak global.

“Kemudian, belum jelasnya pemangkasan produksi minyak yang masih dibahas pada pertemuan Arab Saudi dan Rusia pada November. Berapa banyak produksi yang dipangkas masih teka-teki,” katanya.

Per hari ini, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November telah naik menjadi US$86/barel, atau sekitar 4,5% sejak akhir pekan lalu. Adapun, Brent untuk pengapalan Desember naik 3,5% sejak pekan lalu menjadi US$87,55/barel.

(wdh)

No more pages