Sebagai contoh, bensin standar RON 92 alias Pertamax naik Rp700/liter di wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp14.000/liter, dari sebelumnya Rp13.300/liter. Kemudian, Pertamax Green 95 menjadi Rp16.000/liter dari posisi bulan September Rp15.000/liter.
Jenis RON 98 atau Pertamax Turbo naik Rp800/liter, dari posisi sebelumnya Rp15.900/liter pada September 2023 menjadi Rp16.600/liter.
“Walaupun kondisi harga minyak dunia [cenderung] menurun, masih ada pendorong kenaikan harga lain seperti rupiah yang melemah dan harga tanker yang meningkat,” terang Ahmad ihwal alasan harga BBM nonsubsidi tidak mungkin turun lagi dalam waktu dekat.
Nasib BBM Bersubsidi
Di sisi lain, Ahmad sebelumnya menjelaskan harga minyak dunia yang mulai sedikit melandai di bawah US$90/barel dinilai tidak akan begitu saja menghilangkan risiko kenaikan harga BBM bersubsidi di dalam negeri, khususnya pada awal tahun depan.
Terlebih, melandainya harga minyak mentah dunia masih dibarengi dengan sentimen penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan pelemahan rupiah.
“Kami melihat, dengan asumsi dolar di Rp14.800, kenaikan minyak global per US$1/barel berpotensi menaikkan harga keekonomian bahan bakar minyak domestik senilai Rp200/liter. Namun, tentu tekanan di kurs juga sangat berpengaruh,” ujarnya.
Ahmad mengatakan, selain pergerakan harga minyak dunia, tren bullish dolar juga menjadi hal yang perlu diwaspadai Indonesia dalam kaitannya dengan penetapan harga BBM di dalam negeri.
Terlebih, menurut estimasi Bank Mandiri, setiap 10% kenaikan harga bensin Pertamax atau di atasnya berpotensi meningkatkan inflasi sebesar 0,04 poin persentase (ppt). Sementara itu, kenaikan harga Pertalite 10% berpotensi meningkatkan inflasi sebesar 0,27 ppt.
“Untuk itu, negosiasi antarpara eksportir dan importir untuk menentukan harga kontrak juga sangat penting. Seperti Pertamina sempat membeli minyak lebih rendah dari harga pasar karena berasal dari eksportir baru seperti Nigeria,” tuturnya.
Menurut proyeksi Bank Mandiri, harga minyak dunia hingga akhir tahun ini akan bertengger di kisaran US$85—US$95 per barel, sebelum menurun ke US$70/barel pada 2024 seiring dengan normalisasi produksi di negara-negara penghasil minyak.
(wdh)