Logo Bloomberg Technoz

Wadhwa akan menghabiskan $500.000 lagi, merogoh tabungan pensiunnya dengan tujuan untuk memiliki prototipe yang berfungsi akhir tahun ini atau 2024.

Jika alat ini berhasil, menjadi pemutakhiran yang substansial dan meningkatkan jenis skrining kanker tertentu. Hal yang memungkinkan deteksi dini pada masyarakat yang kurang terlayani, meskipun harus diakui masih banyak kendala yang dihadapi. 

Wadhwa, 66 tahun, lahir di India dan berimigrasi ke Amerika Serikat (AS).  Ia bergabung dengan industri teknolog dan mendirikan dua perusahaan dan menulis lima buku, bersama dengan kegiatan mengajar. Ia juga merupakan kepala fakultas di Singularity University,  yang didedikasikan untuk memecahkan masalah dunia melalui kewirausahaan.

Karier Wadhwa sebagai komentator publik membuatnya terkenal. Lewat kolom opininya di Washington Post pada tahun 2010-an, ia memiliki kebiasaan mengambil posisi yang membuat resah perusahaan Silicon Valley.

Ia pernah mengkritisi  kurangnya meritokrasi di bidang teknologi, jauh sebelum kesenjangan rasial dan gender menjadi fakta yang diterima. Dia juga meluncurkan upaya untuk mempromosikan perempuan di industri ini — meskipun para kritikus mengatakan bahwa advokasinya dapat merendahkan, dan dia akhirnya mengatakan bahwa akan membiarkan perempuan memimpin pada isuini. 

Kehidupan Wadhwa sebagai penulis sejarah Silicon Valley berubah ketika istrinya, Tavinder, mulai merasa sakit saat liburan di Meksiko tahun 2018. Tavinder kemudian didiagnosis menderita kanker langka.

Ia segera menjalani kemoterapi, menjalani pengurutan genom dan mencoba berbagai obat paten maupun yang masih dalam tahap uji coba. 

Setelah didiagnosis, Wadhwa mulai mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk mempelajari penyakit. Dia menghubungi teman dan kenalan profesionalnya, berbicara dengan Siddhartha Mukherjee, penulis buku The Emperor of All Maladies. M

Mukherjee kerap mengedukasi tentang batas-batas pengurutan genom. Dia juga berbincang dengan para raksasa teknologi yang memiliki ketertarikan pribadi pada kesehatan.

Kelompok orang, termasuk Sean Parker, co-founder Napster yang kini menjadi donatur aktif untuk penelitian kanker dengan fokus khusus pada imunoterapi.

Parker “menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengajari saya dasar-dasarnya,” tulis Wadhwa  dalam sebuah email kepada teman-temannya pada tahun 2019.

Kesimpulan Wadhwa: Dokter membutuhkan alat yang memungkinkan mereka melakukan tes di tempat yang memberikan tingkat detail lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian saat ini.

Dia menginginkan alat yang portabel, berharga US$5.000 atau kurang, mengkonsumsi tidak lebih dari 100 watt dan dapat memberikan hasil dalam waktu kurang dari lima menit— semuanya dalam kotak yang sekitar seukuran printer desktop.

Ada beberapa alasan mengapa visi ini sulit diwujudkan. “Pengukuran napas itu rumit,” kata Alex Morgan, seorang pemodal ventura dari  Khosla Ventures, yang belum meninjau perusahaan Wadhwa.

Morgan telah berinvestasi di Invoy LLC, perusahaan startup yang menggunakan napas untuk mengukur keton, alat pengukur metabolisme lemak. Perusahaan lain yang bekerja pada diagnosa lewat napas Owlstone Medical dari Inggris.

Kemudian, di University of Colorado di Boulder, para peneliti baru-baru ini mempublikasikan hasil penelitian mereka tentang alat pengukur napas berbasis laser yang dapat mendeteksi Covid-19.

Pada Juli ini, Wadhwa siap untuk memulai sebuah perusahaan yang didedikasikan untuk menciptakan deteksi kanker, dan memasukkan Vionix.

Vivek Wadhwa, wirausahawan dan akademisi yang terkenal di Silicon Valley. (Dok: Bloomberg)

Awalnya Wadhwa mengira akan memulai dengan tes darah, namun berubah pikiran setelah berkonsultasi dengan spesialis diagnostik, termasuk kepala petugas ilmiah Vionix, ilmuwan genom Binay Panda.

Dia mengetahui bahwa napas dapat mengandung senyawa yang berkaitan dengan kanker paru-paru, kanker payudara, dan lainnya. “Saya tidak pernah menyangka bahwa ada begitu banyak informasi dalam napas,” tulisnya pada bulan September.

Setelah Vionix dapat menangani tes napas - yang merupakan upaya besar namun belum terbukti — ia berencana beralih ke tes darah, tes urine, dan akhirnya, tes air liur. Semua dilakukan pada perangkat yang sama dengan menggunakan proses berbasis plasma dingin yang dilisensikan oleh Wadhwa dari sebuah kelompok di Chili.

Prosesnya akan menggunakan kecerdasan buatan dengan mengenali karakteristik utama penyakit. Secara teori akan memungkinkan mendeteksi lebih banyak biomarker daripada alat yang sudah ada, juga lebih akurat. 

Ilustrasi sel tumor kanker. (Dok: Bloomberg)

Karena perangkat Vionix akan bersifat portabel, Wadhwa berencana untuk mengoperasikannya secara lebih mudah, di dalam maupun di luar klinik. Alat portabel akan sangat berguna bagi masyarakat miskin atau pedesaan, kata Keith Flaherty, seorang profesor di Harvard Medical School dan direktur penelitian klinis di pusat kanker Rumah Sakit Umum Massachusetts. Flaherty.

Seorang penasihat Vionix, mengatakan bahwa “pendekatan ini terasa seperti masuk ke dalam mesin waktu,” namun ia memperingatkan bahwa “masih terlalu dini untuk mengatakan” apakah teknologi ini akan bekerja seperti yang diharapkan. 

Para pengamat Silicon Valley akan ingat bahwa Elizabeth Holmes membuat pernyataan berani tentang perusahaan penguji darahnya, Theranos, namun berakhir dengan tuduhan penipuan. Thernos berujung runtuh  setelah mendapatkan ketidakpercayaan dari investor yang telah mengucurkan dana US$9 miliar.

Wadhwa mengatakan bahwa sebagian karena warisan Theranos, kebijakannya adalah mengajak peneliti dari luar untuk menggunakan Vionix dan mendokumentasikan hasil mereka, daripada memvalidasi mesin secara internal.

“Tidak ada kerahasiaan, tidak ada pelanggaran etika, tidak ada obsesi untuk menghasilkan uang, karena itu, jika saya mengumpulkan uang, saya akan membangun perusahaan yang menguntungkan yang bisa bernilai miliaran,” katanya.

Wadhwa mengatakan bahwa istrinya meminta dia  untuk mencegah orang lain mengalami hal yang sama. Meskipun telah menjalani pengobatan serius, ia meninggal pada musim panas setelah didiagnosis. Dia berusia 57 tahun. Deteksi yang lebih dini dapat memberikan hasil yang berbeda, kata Wadhwa.

“Kata-kata dan pemikirannya memberi saya motivasi, saya akan menjadi miliknya selamanya.”

(bbn)

No more pages