Logo Bloomberg Technoz

“Beberapa kasus seperti indikasi tingginya bunga pinjaman, biaya layanan yang terlalu memberatkan peminjam, hingga proses penagihan dinilai tidak sesuai etika terjadi akibat ruang kosong pengaturan OJK,” imbuhnya. 

Sementara itu Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menambahkan, selama ini regulasi pinjol dibuat terlalu lunak. Ada indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detail terkait dengan batas bunga pinjaman dan biaya layanan. 

“Sepertinya ada yang berlindung dibalik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomor duakan. Akibatnya pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam POJK,” ucap Bhima.

Bhima menyarankan, masalah batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK sebagai bentuk perlindungan dan literasi terhadap calon peminjam. Seharusnya OJK berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga fintech tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank yakni berkisar 10-25% per tahun. Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9% per tahun. 

“Selain itu kami juga meminta OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan fintech melanggar ketentuan batas bunga atas,” tutur Bhima.

Lebih lanjut Bhima mengatakan, persoalan selain batas bunga maksimal pinjol yakni transparansi bunga di saat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah. Pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting agar menambah edukasi calon peminjam (borrower). 

“Jangan ada iklan pinjol terutama di media sosial atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4% per hari kesannya kecil, tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144% itu mahal sekali. OJK sebaiknya mewajibkan pinjol mencantumkan bunga per annum atau per tahun meski tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain,” ucap Bhima.

(mfd/del)

No more pages