Pertama, dolar yang masih berpotensi menguat saat ini akan menekan harga minyak, mengingat transaksi komoditas hampir seluruhnya menggunakan dolar sehingga penguatan dolar akan membuat minyak menjadi relatif lebih mahal bagi konsumen.
Kedua, pelemahan ekonomi China juga berpotensi menurunkan permintaan minyak mentah karena China merupakan konsumen terbesar minyak mentah global.
Ketiga, ekspektasi pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan pada 2024 diperkirakan tidak sebaik tahun ini.
“Sehingga ini juga akan menjadi sentimen penekan harga minyak mentah ke depan,” ucapnya.
Josua menambahkan, meskipun terdapat beberapa risiko penurunan bagi harga minyak mentah, kewaspadaan terhadap tren kenaikan harga saat ini perlu dipersiapkan.
Namun, dia optimistis kenaikan harga minyak mentah kemungkinan tidak akan memengaruhi inflasi secara langsung, mengingat harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan LPG 3 kg yang banyak dikonsumsi masyarakat masih disubsidi oleh pemerintah.
“Dengan demikian, kenaikan harga minyak mentah akan lebih berpengaruh terhadap APBN apabila harga BBM maupun LPG tidak disesuaikan mengikuti kenaikan harga minyak mentah. Menurut Nota RAPBN 2024, kenaikan harga minyak mentah ICP sebesar US$1 per barel akan menaikkan defisit pemerintah sebesar Rp6,5 triliun,” jelasnya.
Harga minyak pada pekan ini memperpanjang penurunannya di tengah kekhawatiran perlambatan pertumbuhan global akan mengikis konsumsi.
Setelah reli yang kuat padai kuartal III-2023, harga minyak mentah telah turun tajam sebagai imbas dari kekhawatiran tentang dampak kenaikan suku bunga terhadap ekonomi global, yang juga telah mengguncang pasar saham dan obligasi dalam beberapa pekan terakhir.
Penurunan harga minyak mengikuti penurunan harga futures bensin setelah data menunjukkan stok meningkat di AS dan tanda-tanda permintaan turun.
West Texas Intermediate (WTI) ditutup di dekat US$82 per barel pada Jumat (6/10/2023), menembus di bawah rata-rata pergerakan 50 hari untuk pertama kalinya sejak Juli. Volatilitas juga melonjak selama aksi jual, mengguncang pasar opsi.
Adapun, Brent untuk penyelesaian Desember juga turun US$1,74 menjadi menetap di US$84,07 per barel.
(mfd/wdh)