Di dalam negeri, Israel mengalami gonjang ganjing politik yang membuat negara itu lemah. April lalu, negara ini terlibat persiteruan senjata di tiga arah sekaligus - Gaza, Lebanon dan Suriah - setelah serangan roket diluncurkan dari ketiga wilayah itu.
Salah satu pemicunya adalah warga Israel Yahudi masuk ke kompleks masjid al-Aqsa di Yerusalem. Kejadian serupa kembali berulang minggu belakangan ini.
"Saya tidak bisa menampik bahwa perang dengan berbagai lawan akan menjadi ancaman besar bagi negara Israel," kata Giora Eiland, mantan penasehat keamanan nasional Israel, dalam perbincangan dengan wartawan.
Dia menambahkan bahwa Israel lebih suka berperang dengan satu musuh dalam satu periode dan tidak akan membuka medan tempur baru dengan musuh lain.
Para pejabat Israel selama berbulan-bulan sudah mengatakan bahwa kelompok-kelompok Palestina yang dikendalikan dan dibiayai Iran sedang mempersiapkan aksi kekerasan dan Israel pun siap membalasnya.
Namun, serangan hari Sabtu (7/10/2023) yang bertepatan dengan hari keagamaan Yahudi Sabbath dan hari libur mengejutkan Israel sehingga menambah porsi tingkat aksi balasannya.
Negara sedang Berperang
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang setiap minggu diprotes warga lewat aksi demonstrasi, akan memanfaatkan persatuan bangsa yang sedang diserang musuh sehingga politisi oposisi akan mendukung rencana aksi balasan besar-besaran. Aksi protes yang dijadwalkan pada Sabtu malam waktu setempat pun telah dibatalkan.
"Rakyat Israel kita sedang berperang," ujar Netanyahu dalam rekaman video. "Bukan terlibat dalam satu operasi. Bukan saling balas. Sedang berperang." Dia menambahkan: "Musuh akan mendapat balasan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya."
Konflik ini akan berpengaruh negatif pada pasar keuangan Israel yang tahun ini terkena dampak akibat aksi protes massal menentang rencana pemerintah melemahkan kewenangan hakim.
Mata uang Israel, shekel, turun hampir 9% terhadap dolar, yang merupakan salah satu mata uang utama dunia berkinerja terburuk, sementara investasi di sektor teknologi negara itu pun turun drastis.
Operasi militer Israel terakhir terhadap Hamas di Gaza terjadi pada 2014 dan berlangsung selama tujuh minggu dengan korban dua ribu warga Palestina dan puluhan warga Israel.
Risiko Tepi Barat
Salah satu kesepakatan dengan Israel adalah pengakuan Tepi Barat oleh Israel untuk memperkuat Otoritas Palestina dan menambah kemungkinan pendirian negar Palestina yang merdeka.
Kesepakatan itu terancam gagal jika konflik dengan Hamas kali ini membuat Israel memperluas operasinya ke wilayah Tepi Barat.
Arab Saudi menginginkan jaminan perlindungan Amerika Serikat juga karena khawatir dengan Iran. Jika Iran terbukti memainkan peran utama dalam serangan ke Israel pada Sabtu ini, perundingan pun akan terkena dampaknya.
Pertempuran Israel dengan Hamas kali ini memakan korban sebanyak 40 orang tewas dan ratusan luka-luka di kubu Israel. Ribuan tentara cadangan Israel pun telah diperintahkan untuk bertugas.
Di Gaza, menteri kesehatan Hamas mengatakan serangan balasan Israel telah melukai lebih dari 500 warga yang sudah dibawa ke rumah sakit.
Lima jam setelah aksi penyusupan ini dimulai, tentara Isael masih terlibat pertempuran di enam kota di wilayah selatan dan setidaknya di satu markas militer. Pejuang Hamas tampaknya berhasil menguasai satu koperasi pertanian di wilayah Israel dan menyandera sejumlah warga.
Tekanan lain yang dihadapi oleh Netanyahu adalah serangan Hamas itu digambarkan sebagai kelalaian terburuk pertahanan Israel sejak perang yang dimulai oleh Suriah dan Mesir 50 tahun lalu.
"Tampaknya ada kegagalan intelijen besar oleh pemerintah Israel," kata Jonathan Conricus, mantan jbir miltier Israel. "Yang terjadi saat ini memperlihatkan aksi yang direncanakan sejak lama dan rinci yang seharusnya bisa diketahui lebih dulu. Akan ada pertanyaan sulit yang diajukan dan jawaban jujur pun harus dikemukakan."
Masalah Iran
Conricus secara tidak langsung menuduh Iran berada di balik serangan Hamas itu dan berspekulasi balasan Israel akan meluas ke luar wilayah Gaza.
Militer Israel meningkatkan pertahanan di dekat perbatasan dengan Lebanon tempat para pejuang Hezbollah yang didukung Iran beroperasi dan terus mengawasi perkembangan di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Letkol Richard Hecht, juru bicara Angkatan Bersenjata Israel, mengatakan penyusup masuk lewat jalan darat, laut dan udara, dan serangan mendadak ini akan diselidiki.
Bagi Miri Esien pensiunan kolonel yang bertugas di bagian intelijen militer Israel dan kini memimpin institut kontra-terorisme di Universitas Reichman, israel, isu utama saat ini adalah bagaimana konfrontasi ini meningkat.
"Apakah akan memicu perang yang lebih besar adalah pertanyaan yang sulit dijawab," ujarnya. "Jika Iran terlibat dalam insiden ini, apakah langkah selanjutnya adalah melakukan serangan terlebih dahulu?"
(bbn)