Kebangkitan Indonesia merupakan tantangan khusus bagi Singapura, karena perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut semakin mencari pendanaan di pasar domestik mereka. Perubahan ini memiliki dampak yang lebih besar terhadap Singapura, yang merupakan kota besar tetapi negara kecil. Uang yang dikumpulkan dari IPO hampir menghilang sepanjang tahun ini, turun 95% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022, hanya sekitar US$18,6 juta. Dengan berkurangnya likuiditas di pasar saham Singapura, bahkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mencari alternatif di tempat lain. Termasuk di antaranya beberapa unicorn, atau startup yang memiliki valuasi US$1 miliar atau lebih, seperti Sea Ltd. dari Singapura, sebuah marketplace online yang terdaftar di New York.
Singapura sedang berjuang mendapatkan kembali pangsa pasarnya. Tahun lalu, bursa saham, yang menolak berkomentar, mencoba menarik perusahaan-perusahaan China yang mencari alternatif selain pencatatan saham di AS atau Hong Kong, serta mereka yang ingin meningkatkan profil di Asia Tenggara. Pihak berwenang juga telah menyiapkan fund senilai $1,5 miliar dolar Singapura yang didukung oleh perusahaan investasi negara Singapura, Temasek Holdings Pte, untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan berkinerja tinggi dan IPO.
Saat ini, Indonesia memiliki keunggulan yang kuat. Populasi negara sekitar 280 juta jiwa, keempat terbesar di dunia, dan menjadi dasar bagi investor ritel maupun institusional. PDB Indonesia sebesar US$1,3 triliun merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
Sebagian besar IPO tahun ini di Indonesia berasal dari perusahaan logam berekspansi, seperti PT Trimegah Bangun Persada, juga dikenal sebagai Harita Nickel, perusahaan Indonesia pertama yang mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi logam tingkat baterai. Pemerintah juga sedang menginvestasikan dana besar-besaran untuk menjadi produsen, bukan hanya pemasok bahan mentah.
Ekonomi Indonesia yang kuat juga membantu. PDB Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5% pada tahun 2023, melampaui perkiraan pertumbuhan sebesar 4,7% untuk Asia, tidak termasuk Jepang. Rupiah adalah mata uang dengan kinerja terbaik di wilayah ini tahun ini setelah bank sentral meningkatkan biaya pinjaman menjadi level tertinggi dalam empat tahun.
"Hal ini memberikan keyakinan bagi pelaku pasar modal, baik domestik maupun internasional, untuk menjadi bagian dari perjalanan pertumbuhan," kata Sunil Khaitan, kepala pasar modal ekuitas untuk Asia Tenggara di Bank of America Corp. di Singapura. Indonesia juga mendapat manfaat dari pencarian alternatif investasi di luar China, yang sedang berjuang untuk menghidupkan kembali perekonomiannya.
Namun, pasar IPO Indonesia masih menghadapi tantangan. Transaksi cenderung relatif kecil. Hampir 92% dari 66 pencatatan saham tahun ini mengumpulkan dana kurang dari US$100 juta, ukuran yang tidak mungkin masuk dalam radar investor institusional yang lebih besar.
Perdagangan juga terbatas. Regulator mengharuskan hanya 7,5% dari pencatatan saham yang tersedia untuk diperdagangkan. "Free float" kecil ini dapat membuat saham-saham menjadi berfluktuasi dan tidak menarik bagi investor. Sebagai perbandingan, Singapura memerlukan 10%; India, 25% dalam tiga tahun setelah pencatatan; Hong Kong, 25% untuk perusahaan-perusahaan kecil dan 15% untuk yang nilai pasarannya kurang dari $10 miliar dolar Hong Kong atau setara Rp19,9 triliun.
"Indonesia cenderung kurang likuid dibandingkan dengan beberapa pasar lainnya," kata Khaitan dari Bank of America.
Beberapa bankir mencatat bahwa aktivitas penggalangan dana mungkin melambat seiring dengan persiapan Indonesia mengadakan pemilihan umum pada bulan Februari. Meskipun pemain lokal dan asing mengharapkan kebijakan yang ramah pasar akan tetap berlaku, beberapa perusahaan telah menunda rencana IPO mereka.
Di antaranya adalah PT Pertamina Hulu Energi, anak perusahaan dari perusahaan energi milik negara Pertamina yang diharapkan menjadi salah satu IPO terbesar di Indonesia tahun ini. Pencatatan saham sebesar 10% diharapkan dapat menghasilkan setidaknya US$2,5 miliar.
Demikian pula, perusahaan pertanian PalmCo menunda penawaran hingga kuartal kedua tahun depan untuk memberi waktu lebih kepada perusahaan induknya untuk menyelesaikan integrasi empat anak perusahaannya. Awalnya, perusahaan tersebut berencana mengumpulkan setidaknya US$666 juta pada akhir tahun.
"Kami perlu menunggu hingga paling tidak kuartal pertama tahun 2024, kalau tidak kuartal kedua, untuk melihat jalur pipa kembali pulih," kata Anthonius Sehonamin, Managing Director dan Kepala Bank Korporat Terintegrasi di Citi Indonesia.
Secara keseluruhan, ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa penjualan saham Indonesia semakin diterima di luar negeri. Mereka menarik minat dari Masdar, perusahaan energi terbarukan utama Uni Emirat Arab, perusahaan investasi negara (Sovereign Wealth Fund/SWF), dan investor internasional.
"Saya tidak bisa membayangkan waktu yang lebih baik untuk menjadi bankir investasi di Indonesia," kata Ranju Parambi, Kepala Perbankan Global untuk Indonesia di UBS Group, yang menjadi salah satu manajer pelaksana bersama dalam empat transaksi yang mengumpulkan total sekitar US$2 miliar tahun ini.
"Trajektorinya sangat jelas. Ini menuju ke atas."
(bbn)