Berdasarkan penelusuran Bloomberg Technoz, IHSG sepanjang Januari-September 2020 anjlok hingga 22%. Ini wajar mengingat periode ini merupakan pertama kalinya pandemi Covid-19 masuk Indonesia.
Untuk periode yang sama tahun berikutnya, IHSG berbalik arah hingga mampu memberikan return 5,15%. Perlu dicatat, tahun ini merupakan puncak kasus positif di Indonesia. Di tahun ini juga, varian delta yang 'ganas' melanda.
Situasi semakin terkendali memasuki periode 2022. Sepanjang periode Januari-September di tahun ini, IHSG naik 6,98%.
Arief Budiman, Head of Research Ciptadana Sekuritas mengatakan, IHSG sepanjang tahun ini terbebani oleh sentimen dari luar negeri, khususnya The Fed yang memberikan sinyal untuk terus menaikkan suku bunga acuan. Pada saat yang bersamaan, yield obligasi di Amerika Serikat (AS) terus meingkat.
"Nilai tukar rupiah juga terus melemah karena dolar AS yang lebih kuat, meskipun tidak sebanyak mata uang regional lainnya," tulis Arief dalam riset, dikutip Jumat (6/10/2023).
Kondisi tersebut, mendorong investor asing melarikan dananya keluar dari bursa domestik. Investor asing tercatat melakukan aksi jual (net sell) Rp5,19 triliun di seluruh pasar sejak awal tahun.
Untuk saat ini, Arief masih memasang sikap optimis IHSG masih mampu menuju level 7.200. Berdasarkan data sejak 2010, IHSG cenderung menguat pada kuartal empat. IHSG hanya melemah tiga kali selama periode ini.
"Untuk bulan Oktober, saham-saham pilihan utama kami masih berdasarkan tema yang kami harapkan akan menarik seperti saham bank karena ketahanan pendapatan mereka, terutama untuk BBNI dan BBRI, kemudian GGRM yang sekarang lebih fokus pada peningkatan profitabilitas, dan sejumlah saham lain yang terimbas positif momen pemilu," jelas Arief.
(dhf)