“Jangan sampai platform global tersebut menguat tanpa adanya regulasi yang tepat hingga akhirnya negara tidak bisa mengontrol,” kata Teten.
Selain itu ia menjelaskan, traffic orang yang bermedia sosial harus dibedakan dengan orang yang masuk ke e-commerce, jika disatukan, kata dia, maka rentan terjadi penyalahgunaan data pribadi.
“Data pribadi yang tadinya bukan untuk bisnis dagang, dipakai sebagai market intelegent,” katanya.
Kedua, kata Teten, perlu penguatan pada aspek perdagangan. Regulasi harus mampu melahirkan persaingan usaha yang adil sehingga tidak menimbulkan monopoli pasar. Dan ketiga, pengaturan terkait importasi, dengan memperketat, mengatur, dan membatasi arus keluar- masuk barang.
"Barang yang masuk ke Indonesia harus memenuhi standar barang Indonesia dan dari negara asal barang hingga crossborder online, wajib menerapkan harga barang minimum di atas 100 dolas AS per unit," ucap Teten.
Regulasi ketinggalan zaman
Ketua KPPU M Afif Hasbullah yang mengatakan, perkembangan e-commerce dan media sosial serta seluruh perangkatnya sangat besar, namun Indonesia ternyata belum mempunyai regulasi yang memayungi perdagangan digital secara terinci.
”Kami sepakat dengan Pak Menkop UKM untuk bersama-sama terlibat di dalam penyelesaian strategi nasional transformasi digital,” kata Afif.
Diakuinya, saat ini regulasi yang ada di KKPU sudah tidak sesuai karena lebih mengatur perdagangan konvensional, sehingga ke depan dimungkinkan dibentuknya Undang-Undang (UU) tentang pasar digital.
”Hari ini kami fokus agar UU pasar digital ini mulai menjadi perhatian dan kemudian nanti juga diharapkan peran kami juga bisa terlibat di dalamnya,” ucapnya.
(ain)