Logo Bloomberg Technoz

"Ketika intervensi valas dibutuhkan dalam nilai lebih besar ketimbang yang diantisipasi, bank sentral harus menjual US Treasury mereka dan mau tidak mau menanggung kerugian atas penurunan harga obligasi," kata Satria.

Dengan imbal hasil obligasi rupiah bertenor 10 tahun yang meningkat menjadi 7,1% dari hanya 6,3% pada bulan lalu, para pengamat mata uang dan obligasi jelas memberikan sinyal ketidaknyamanan terhadap sikap dovish BI.

Terutama karena BI sejauh ini lebih memilih intervensi pasar yang sifatnya reaktif dan harian dibandingkan kebijakan pengetatan moneter.

"Rupiah, bukan inflasi, selalu menjadi faktor utama bagi BI: terdapat preseden yang jelas pada bulan Mei-November 2018 ketika Gubernur BI Perry Warjiyo menaikkan BI rate dari 4,25% menjadi 6,00% meskipun inflasi turun dari 3,4% menjadi 2,8%," papar Satria.

Sebagai gambaran, posisi cadangan devisa RI terlemah dalam lebih tiga tahun terakhir terjadi saat pandemi Covid-19 meletus Maret 2020 lalu di mana nilainya tinggal US$ 120,96 miliar. Saat itu nilai tukar rupiah merosot ke level terlemah sepanjang sejarah yaitu di Rp16.575/US$ terseret arus keluar modal asing besar-besaran yang menyusutkan posisi kepemilikan asing di SBN dari kisaran 30%-40% menjadi tinggal belasan persen.

(rui)

No more pages