Pergerakan rupiah hari ini diperkirakan masih akan terkonsolidasi di kisaran Rp15.550-Rp15.650 per dolar Amerika.
Data terpenting tahun ini
Amerika Serikat akan melaporkan tingkat pengangguran, tingkat partisipasi kerja juga non-farm payrolls, yang akan cukup pivotal memberikan dasar bagi arah kebijakan yang diputuskan oleh Federal Reserve dalam Federal Open Meeting Committe (FOMC) 1 November nanti.
Data semalam menurunkan ekspektasi pelaku pasar terhadap peluang kenaikan Fed fund rate (FFR) di sisa tahun ini, mengacu pada CME Fedwatch. Namun, penurunan probabilitas itu masih membutuhkan konfirmasi lagi dari data tenaga kerja Jumat malam ini.
"Data esok hari [Jumat malam] mungkin menjadi data terpenting tahun ini," kata Tom Essaye, founder newsletter The Sevens Report, seperti dilansir Bloomberg News, Jumat pagi (6/10/2023).
Konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan, tingkat pengangguran Amerika pada September sebesar 3,7%, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya 3,8%.
Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja diperkirakan sebesar 62,8%, tetap dengan angka Agustus. Sedangkan data nonfarm payrolls pada September diprediksi menambahkan 170.000 pekerjaan, lebih rendah dibandingkan data periode sebelumnya sebanyak 187.000 pekerjaan.
Bila data nanti malam memperlihatkan kondisi ketenagakerjaan Amerika masih ketat, yield US Treasury bisa kembali melesat naik tertekan aksi jual, harga dolar makin mahal dan Wall Street terjatuh di bawah MA-200, menurut analis.
"Data payrolls Jumat ini juga data inflasi pekan depan akan menentukan apakah yield UST-10 tahun akan melambung ke atas 5% atau bergerak di bawah 4,5%," kata Strategist dari Societe Generale Kenneth Broux.
Meski kini pasar masih cukup kalem setelah terguncang aksi jual pada dua hari awal pekan ini, para analis memperingatkan tentang dampak panjang dari kebijakan higher for longer the Fed. Analis Barclays Plc menyebut, pasar obligasi global mendapat kutukan untuk terus menyaksikan kejatuhan harga terkecuali ada kemerosotan yang signifikan di pasar saham yang bisa mendorong animo pemodal bergeser ke pasar pendapatan tetap.
"Tidak ada level yield ajaib di mana saat itu tersentuh maka akan secara otomatis mendorong para pemilik dana masuk ke pasar obligasi dan memantik reli harga," kata Ajay Rajadhyaksha, analis Barclays dalam laporannya. "Dalam jangka pendek, kita bisa menimbang skenario di mana reli harga obligasi bisa terjadi yaitu ketika aset yang lebih berisiko [seperti saham] jatuh tajam dalam beberapa pekan ke depan," jelasnya.
(rui)