Kemitraan baru yang diperkuat ini, yang dikenal secara resmi sebagai “intelligence liaison”, bertujuan untuk mengurangi kekuatan yang semakin bertumbuh dari perangkat mata-mata China.
"Hubungan intelligence liaison dapat berfungsi sebagai peningkatan kekuatan yang penting," kata Daniel Byman, seorang spesialis dalam topik tersebut di Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington.
"Ini dapat memperluas pengumpulan [intelijen] secara keseluruhan karena berbagai negara akan memiliki akses ke rahasia yang berbeda di berbagai bagian dunia."
Kantor Direktur Intelijen Nasional AS menolak menanggapi soal upaya AS tersebut. Juru bicara Gedung Putih mengatakan kerja sama AS di wilayah tersebut melibatkan berbagi informasi tetapi menolak berkomentar mengenai adanya hubungan khusus.
Kementerian Urusan Luar Negeri India juga menolak menanggapi. Sementara pemerintahan Korsel, Jepang, Australia, Filipina, dan Vietnam tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Makin gencarnya China di wilayah tersebut, dikombinasikan dengan perubahan kepemimpinan di beberapa ibu kota, telah membuat negara seperti Korsel dan Filipina berkerjasama belakangan ini, kata pejabat-pejabat AS tersebut.
Pada akhir tahun lalu, India berhasil mengusir intrusi (penerobosan) militer China di Himalaya berkat peningkatan berbagi intelijen dengan militer AS, demikian menurut laporan US News & World Report.
Pada Mei 2022, negara-negara dalam kelompok Quad mengumumkan perjanjian yang memberikan data dari satelit komersial kepada negara-negara di sepanjang Pasifik, yang memungkinkan mereka untuk melacak aktivitas milisi maritim China, serta penyelundupan dan penangkapan ikan ilegal.
Adapun menurut para pejabat, pengukatan hubungan dengan Jepang di bidang ini dilakukan setelah Washington melihat upaya yang tenang oleh Tokyo untuk menyelesaikan keprihatinan AS terkait kemampuannya untuk merahasiakan informasi.
Pada Mei, Angkatan Luar Angkasa AS mengumumkan pengiriman peralatan pelacakan satelit yang sensitif ke Jepang.
Berdasarkan pengumuman Kementerian Pertahanan Jepang, dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin pada Rabu (04/10/2023) Menteri Pertahanan Jepang Minoru Kihara berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan informasi dan kemampuan keamanan sibernya dengan bantuan AS.
Namun, masih ada beberapa hambatan yang harus diatasi, terutama mengenai kemampuan AS sendiri dalam merahasiakan informasi.
Pada bulan April, Departemen Kehakiman menuntut seorang anggota militer Garda Nasional berusia 21 tahun, Jack Teixeira, atas penyebaran ilegal informasi rahasia, termasuk data medan perang yang sensitif tentang invasi Rusia ke Ukraina dan informasi bahwa AS menyadap pembicaraan para mitra sekutunya seperti Korsel.
Kemitraan ini akan melengkapi organisasi "Five Eyes" yang selama ini menjadi dasar kemitraan intelijen AS. Jaringan informal tersebut terdiri dari AS, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, yang telah mengalihkan fokusnya ke China dalam beberapa tahun terakhir. Seluruh negara anggotanya uang hanya berbahasa Inggris selama ini membatasi jangkauannya dan relevansinya di Asia.
Negara-negara Five Eyes telah berbagi informasi rahasia selama beberapa dekade melalui jaringan pejabat yang ada kementerian intelijen, pertahanan, dan luar negeri mereka
Perjanjian mata-mata yang baru muncul di Asia ini jauh lebih baru dari yang sudah ada dan masih perlu waktu untuk menyaingi Five Eyes.
"Saat kita beralih ke China, maka negara-negara seperti Jepang dan Korsel menjadi lebih penting, bersama dengan mitra Five Eyes di wilayah ini seperti Australia dan Selandia Baru."
--Dengan asistensi Sudhi Ranjan Sen.
(bbn)