“Makanya saya tidak ada (Beras SPHP), paling murah Rp11.500/liter (Rp13.500/kg),” ujarnya.
Ali bahkan beranggapan beras SPHP masuk ke dalam kategori beras medium karena memiliki harga di bawah Rp11.000.
Dirinya pun lebih memilih untuk berjualan beras lain yang diklaim memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan beras SPHP. Padahal, menurut pengakuannya, ada sejumlah pihak yang menawarkan dirinya untuk berjualan beras SPHP, seperti petugas koperasi dan Bulog.
“Sekitar 2 minggu lalu sudah 2 kali (yang menawarkan) dari orang koperasi waktu itu pernah, dari Bulog juga pernah,” ujarnya.
Menurutnya, inisiatif pemerintah untuk melakukan operasi pasar melalui penyaluran SPHP merupakan langkah yang bagus. Namun, imbas kualitasnya yang dinilai lebih rendah dibandingkan beras lain, langkah tersebut dinilai tidak efektif karena banyak pembeli yang tetap membeli beras yang telah mengalami peningkatan harga.
Tanggapan Bulog
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaludin Iqbal mengatakan beras SPHP yang disalurkan oleh Bulog merupakan kategori beras premium dengan broken 5%. Pernyataan itu sekaligus menepis pernyataan Ali yang mengkategorikan Beras SPHP tergolong ke dalam beras medium.
“Benar (beras premium), tapi dijual dengan harga medium,” ujar Iqbal kepada Bloomberg Technoz, Rabu (4/10/2023).
Ketika ditanya mengenai tudingan beras SPHP yang dianggap tidak memiliki rasa, Iqbal menjawab bahwa rasa merupakan masalah preferensi yang berbeda antara masing-masing pihak.
Selain itu, beras cadangan pemerintah yang disalurkan ke pasar ditujukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga, bukan untuk memenuhi atau mengikuti selera konsumen yang beragam.
Namun demikian, Bulog tetap berusaha untuk menyesuaikan beras SPHP sesuai dengan preferensi masyarakat setempat secara umum. Misalnya, Iqbal mencontohkan, pihaknya akan menyalurkan beras pera kepada wilayah yang memiliki preferensi beras pera, hal yang sama juga dilakukan bila salah satu wilayah memiliki preferensi beras pulen.
Dia juga meminta klaim dari 1 atau 2 konsumen tidak bisa dijadikan sebagai ukuran.
“Mungkin perlu dicek pasar atau pedagang lain, kalau hanya 1 atau 2 konsumen kan tidak bisa jadi ukuran ya,” tutupnya.
(dov/ain)