Tidak Adil
Di sisi lain, Hendra menilai penetapan harga batu bara DMO sebesar US$90 ke sektor nonpembangkit juga tidak adil bagi pengusaha komoditas pertambangan andalan ekspor nonmigas itu.
“Untuk harga jual ke industri —kecuali ke smelter— yang dipatok US$90/ton itu juga seharusnya direvisi. Posisi kami APBI sejak awal keberatan dengan penetapan ini karena sebagian produksi semen itu ditujukan untuk ekspor, jadi tidak fair jika diberikan subsidi harga,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hendra menjelaskan kalangan pengusaha batu bara tengah ditekan oleh masalah harga yang sedang bearish, dan ancaman oversuplai atau kelebihan produksi di tingkat global. Dengan demikian, pasar domestik diharapkan menjadi solusi isu serapan.
Meskipun permintaan dari China dan India diklaim membaik, dia tidak menampik harga batu bara sedang tidak menggairahkan lantaran negara-negara produsen besar termasuk Indonesia mencatatkan volume output yang sangat tinggi.
Pemerintah memperkirakan produksi batu bara nasional tahun ini sekitar 625 juta ton, sedangkan pengusaha menargetkan produksi 694,5 juta ton. “Namun, diperkirakan realisasi produksi akan melebihi target, bahkan bisa di atas 700 juta ton,” sebut Hendra.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai volume DMO dipatok sekitar 20%—25% dari produksi yang merupakan kebijakan pemerintah untuk menjamin suplai di dalam negeri.
“Apabila harga seaborne market nanti di angka US$117/ton, maka diskrepansinya tidak terlalu jauh seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya yang mencapai level di atas US$300/ton. Pemerintah tidak perlu merevisi harga patokan di dalam negeri tersebut,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (4/10/2023).
Berbeda dengan Hendra, Rizal berpendapat pelaku industri pertambangan sudah menerima keputusan harga DMO tersebut. “Pengusaha batu bara sudah sepakat akan mengikuti aturan pemerintah tersebut,” ujarnya.
Pemerintah menargetkan volume DMO batu bara pada 2024 sebanyak 187 juta ton, naik 100 juta ton dari target tahun ini. Sementara itu, produksi batu bara nasional tahun depan ditargetkan 628 juta ton, naik 3 juta ton dari target tahun ini.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 9/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No. 16/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM.
Berdasarkan data Ditjen Minerba ESDM, realisasi produksi batu bara tahun ini telah menembus 564,46 juta ton, sedangkan penjualan atau ekspor mencapai 276.39 juta ton. Adapun, realisasi DMO batu bara baru mencapai 71,06 juta ton.
Mengutip data Minerba One Data Indonesia (MODI) Ditjen Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serapan batu bara ke pasar dalam negeri untuk program DMO terus naik dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2020 realisasinya mencapai 131,89 juta ton, pada 2021 sebanyak 133,04 juta ton, pada 2022 sejumlah 215,81 juta ton, sedangkan sepanjang tahun berjalan 2023 mencapai 71,06 juta ton dari target sepanjang tahun sebanyak 176 juta ton.
Adapun, harga batu bara dalam 3 hari terakhir terpelanting hampir 10%. Per Rabu (4/10/2023), batu bara ICE Newcastle ditutup di US$144,65/ton, ambruk 3,34% secara harian sekaligus menjadi harga terendah sejak awal Agustus.
Selama 3 hari perdagangan terakhir, harga batu bara selalu amblas lebih dari 3%. Dalam 3 hari tersebut, harga terpangkas 9,65%.
(wdh)