Bloomberg Technoz, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Ketua Partai Buruh Said Iqbal menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji formil Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) adalah politis. Terbukti kata dia, hakim yang dissenting opinion atau tak sependapat hingga empat orang.
"Patut diduga MK sudah disusupi oleh politik praktis para politisi partai-partai politik yang memiliki kekuasaan di Senayan sana. Itu kan politik praktis bahaya sekali masak bisa dimain-mainkan oleh politik," kata Said Iqbal kepada Bloomberg Technoz pada Selasa (3/10/2023).
Diketahui bahwa awal pekan ini MK menolak sepenuhnya gugatan uji formil terhadap Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang merupakan perppu yang kemudian diundangkan DPR. Diketahui dari 9 hakim MK, ada 5 yang setuju menolak dan ada 4 hakim yang dissenting opinion untuk putusan yakni hakim Saldi Isra, hakim Wahiduddin Adams, hakim Enny Nurbaningsih dan hakim Suhartoyo.
Said mengatakan, seharusnya jika hakim Aswanto tidak ditarik dari MK oleh DPR maka pendapat akan berbeda dan ada 5 hakim yang akan menolak UU Ciptaker atau Omnibus Law ini sebagaimana Omnibus Law sebelumnya gugatan uji materiilnya dikabulkan sebagian oleh lembaga penguji konstitusi.
"Buktinya apa? Dalam keputusan perkara 91 nomor 10 tahun 2020 tentang Omnibus Lawa juga MK menyatakan inkonstitusional besyarat dan penggugat dikatakan menang. Nah tiba-tiba MK memberhentikan hakim Aswanto namanya dipecat. Jarang di tengah-tengah perkara dipecat hakim MK. Itu baru pertama kali sejarah di Indonesia," ujar dia lagi.
Diketahui memang pencopotan Hakim Konstitusi Prof Aswanto oleh DPR sempat menuai sorotan publik. Sebab, proses pencopotan itu dilakukan di tengah masa jabatan sebagai hakim konstitusinya belum berakhir. Sebagian kalangan menilai, pemberhentian hakim itu merupakan bentuk serangan terhadap MK dan kemandirian kekuasaan kehakiman.
Said mengatakan, langkah yang akan dilakukan Partai Buruh selanjutnya adalah mengajukan gugatan uji materiil setelah MK menolak uji formil UU Ciptaker.
"Tentu kita akan memasukkan uji materiil ya karena kemarin kita uji formil," kata dia.
Kemudian, Partai Buruh berencana melaporkan ke Majelis MK terhadap 5 hakim MK yang memutuskan setuju uji formil ini ditolak. Buruh kata dia juga akan berkampanye termasuk dengan petani nelayan serta para pegiat hak sipil dan kemanusiaan bahwa negara telah berlaku tidak adil terhadap rakyat.
"Dan tentu aksi akan tetap dilakukan (skala nasional) dengan menyetop 5000 produksi pabrik," tutupnya.
Sementara soal putusan MK yang dianggap politis dan 5 hakim akan dilaporkan hanya ditaggapi singkat oleh Ketua MK Anwar Usman.
"Putusan hakim itu kan jelas ya. Itu bukan hanya soal Ciptaker tapi juga yang lain tentu akan ada pro dan kontra. Ada yang merasa puas dan tidak puas," kata Anwar Usman di gedung MK, Selasa (3/10/2023).
Sementara soal melaporkan kata dia adalah hak semua warga negara, asalkan dilakukan sesuai prosedur maka sah saja. Namun Anwar menolak menanggapi soal hakim Aswanto.
"Saya enggak bisa masuk ke wilayah itu, itu DPR (yang memutuskan)," ujar dia.
Diketahui pengujian UU ke MK bisa dalam dua mekanisme yakni pengujian formil dan pengujian materiil. Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil. Pengujian materiil adalah mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih tinggi.
(ezr)