Logo Bloomberg Technoz


Malaysia dan Indonesia adalah dua negara yang sama-sama mempunyai badan usaha milik negara (BUMN) yang mengatur dan mengelola sektor pertambangan dan energi, khususnya lini migas. Malaysia punya Petronas, sedangkan RI punya Pertamina.

Namun, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji tidak menampik harga energi di Tanah Air memang belum bisa semurah di Malaysia.

Dia mencontohkan di Malaysia harga gas untuk industri (tetap) berada di rentang US$7,7—US$8,3 per MMBtu, kelistrikan US$6—US$6,58 per MMBtu, sedangkan industri (berdasarkan pasar) US$3,5—US$7,3 per MMBtu.

Di Indonesia, rerata harga gas untuk industri adalah US$8—US$11 per MMBtu, kelistrikan US$6,05 per MMBtu, dan industri tertentu US$6—US$6,52 per MMBtu.

“Paling murah itu di Malaysia. Mereka murah banget karena hulu [migas]-nya suffering banget, sehingga di Malaysia itu tidak ada perusahaan migas selain Petronas. Karena harga di hulunya itu murah, perusahaan asing mau investasi ke sana rugi lah,” kata Tutuka saat ditemui di kompleks parlemen, akhir Agustus.

Ilustrasi pengisian BBM (Sumber: Bloomberg)

Salah satu hal yang menyebabkan harga gas di Malaysia lebih murah daripada di Indonesia, jelasnya, adalah konsep industri migasnya yang lebih menitikberatkan pada keuntungan di lini hilir, bukan di hulu. 

“Jadi setelah ambil di hulu, masuk ke kilang, kalau gas diproses ke LNG atau lainnya, lalu dijual. Di situlah keuntungannya. Hulunya dapat bantuan dari situ. Namun, perusahaan migas enggak ada yang mau masuk ke hulu karena harganya murah. Di Malaysia tidak ada perusahaan selain Petronas. Kalau kita masih lumayan, ada ENI, Exxon, dan lain-lain. Itu kebijakan pemerintah, tetapi [harga gas] kita juga jangan tinggi-tinggi. Kalau terlalu tinggi, nanti membunuh industri juga,” jelas Tutuka.

Di sisi lain, dia mengatakan lapangan migas di Indonesia cenderung tersebar lokasinya. Beberapa koridor memang dapat menghasilkan harga yang murah, tetapi ada juga yang mahal seperti lapangan-lapangan offshore yang ada di Jawa Timur.

Success ratio–nya tidak sebesar di Sumatra. Lalu, permasalahannya juga berbeda. Di Jawa Timur, di Kangean, itu mulai berair. Itu memunculkan cost. Jadi tidap daerah beda-beda karakteristiknya,” terangnya.

Berikut perbandingan rerata harga BBM (bensin dan solar) di Asia Tenggara:

Indonesia

  • Rerata harga bensin : Rp14.806/liter
  • Rerata harga solar : Rp16.940/liter

Malaysia

  • Rerata harga bensin : Rp6.787/liter
  • Rerata harga solar : Rp7.113/liter

Singapura

  • Rerata harga bensin : Rp32.226/liter
  • Rerata harga solar : Rp29.844/liter

Filipina

  • Rerata harga bensin : Rp21.009/liter
  • Rerata harga solar : Rp18.664/liter

Thailand

  • Rerata harga bensin : Rp20.345/liter
  • Rerata harga solar : Rp12.797/liter

Vietnam

  • Rerata harga bensin : Rp16.726/liter
  • Rerata harga solar : Rp15.173/liter

Laos

  • Rerata harga bensin : Rp23.840/liter
  • Rerata harga solar : Rp16.074/liter

Kamboja

  • Rerata harga bensin : Rp20.361/liter
  • Rerata harga solar : Rp18.279/liter

Myanmar

  • Rerata harga bensin : Rp17.565/liter
  • Rerata harga solar : Rp19.025/liter

*)Data Brunei Darussalam tidak tersedia

(wdh)

No more pages