Logo Bloomberg Technoz

Tahun lalu, konsumsi batu bara melonjak sebesar 3,3% menjadi 8,3 miliar ton, menurut laporan IEA.

“Pada 2023 dan 2024, penurunan kecil dalam pembangkit listrik tenaga batu bara kemungkinan besar akan diimbangi dengan peningkatan penggunaan batu bara oleh industri, meskipun terdapat variasi yang besar antarwilayah geografis,” papar laporan tersebut.

Kapasitas PLTU batu bara di Indonesia dibandingkan dengan Asean dan G20./dok. Bloomberg

Perkembangan Pangsa Pasar

China, India, dan negara-negara Asia Tenggara diperkirakan menyumbang 3 dari setiap 4 ton batu bara yang dikonsumsi di seluruh dunia pada 2023.

Di Uni Eropa, pertumbuhan permintaan batu bara sangat kecil pada 2022 karena adanya lonjakan sementara pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang diimbangi oleh penggunaan yang lebih rendah di sektor industri.

IEA memperkirakan penggunaan batu bara di Eropa turun tajam tahun ini seiring dengan berkembangnya energi baru terbarukan (EBT), dan pulihnya sebagian pembangkit listrik tenaga nuklir dan air dari kemerosotan yang terjadi baru-baru ini.

Di Amerika Serikat, tren  dari batu bara juga dipicu oleh rendahnya harga gas alam.

Setelah tiga tahun penuh gejolak yang ditandai dengan guncangan akibat Covid-19 pada 2020, pemulihan pascapandemi yang kuat pada 2021, dan gejolak yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina pada 2022; pasar batu bara sejauh ini telah kembali ke pola yang lebih dapat diprediksi dan stabil pada 2023.

Permintaan global batu bara diestimasikan meningkat sekitar 1,5% pada paruh pertama 2023 menjadi total sekitar 4,7 miliar ton, didorong oleh peningkatan sebesar 1% pada pembangkit listrik dan 2% pada penggunaan industri nonlistrik.

Berdasarkan wilayah, permintaan batu bara turun lebih cepat dari perkiraan sebelumnya pada paruh pertama tahun ini di AS dan Uni Eropa – masing-masing sebesar 24% dan 16%.

Namun, permintaan dari dua konsumen terbesar –China dan India– tumbuh lebih dari 5% selama semester pertama, lebih besar dibandingkan dengan penurunan di negara lain.

“Batu bara merupakan sumber emisi karbon terbesar dari sektor energi, dan di Eropa dan AS, pertumbuhan energi ramah lingkungan telah menyebabkan penurunan struktural penggunaan batu bara,” kata Direktur Pasar dan Keamanan Energi IEA Keisuke Sadamori

“Namun, permintaan di Asia masih sangat tinggi, meskipun banyak dari negara-negara tersebut telah meningkatkan penggunaan sumber EBT secara signifikan. Kita memerlukan upaya kebijakan dan investasi yang lebih besar – yang didukung oleh kerja sama internasional yang lebih kuat – untuk mendorong peningkatan besar-besaran dalam energi ramah lingkungan dan efisiensi energi guna mengurangi permintaan batu bara di negara-negara yang kebutuhan energinya meningkat pesat.”

RI Bersiap, Pasar Batu Bara China Bakal Capai Titik Jenuh 2025 (Infografis/Bloomberg Technoz)

Pergeseran Permintaan

IEA juga memetakan permintaan batu nara di Asia telah mengalami pergeseran beberapa tahun terakhir. Pada 2021, China dan India sudah menyumbang dua pertiga konsumsi global, yang berarti mereka menggunakan batu bara dua kali lebih banyak dari gabungan negara-negara lain di dunia.

Pada 2023, pangsa mereka akan mendekati 70%. Sebaliknya, AS dan UE – yang bersama-sama menyumbang 40% pada tiga dekade lalu dan lebih dari 35% pada awal abad ini – hanya menyumbang kurang dari 10% permintaan batu bara global saat ini.

Perpecahan yang sama juga terjadi pada sisi produksi. Tiga produsen batu bara terbesar – Chinna, India, dan Indonesia – semuanya menghasilkan jumlah produksi yang mencapai rekor tertinggi pada 2022.

Per kuartal I-2023, China dan India mencetak rekor produksi bulanan baru, dengan China melampaui 400 juta ton untuk kedua kalinya dan India melampaui 100 juta ton untuk pertama kali.

Periode yang sama, Indonesia mengekspor hampir 50 juta ton, jumlah terbanyak yang belum pernah dikirimkan oleh negara mana pun sebelumnya. Sebaliknya, AS yang pernah menjadi produsen batu bara terbesar di dunia, telah mengurangi lebih dari separuh produksinya sejak puncak produksinya pada 2008.

Setelah volatilitas ekstrem dan harga tinggi pada tahun lalu, harga batu bara mulai turun pada semester I-2023 ke tingkat yang sama dengan harga pada musim panas 2021, dipicu oleh pasokan sampel dan harga gas alam yang lebih rendah.

Batu bara termal kembali dihargai di bawah batu bara kokas, dan harga premium yang besar untuk batu bara Australia menyempit menyusul meredanya cuaca La Niña yang mengganggu yang menghambat produksi.

Adapun, batu bara Rusia telah menemukan pangsa pasar baru setelah dilarang di Eropa, tetapi seringkali dijual dengan diskon besar.

Batu bara yang lebih murah menjadikan impor lebih menarik bagi beberapa pembeli yang sensitif terhadap harga. Impor China meningkat hampir dua kali lipat pada paruh pertama tahun ini.

Secara agregat, IEA memperkirakan perdagangan batu bara global pada 2023 tumbuh lebih dari 7%, melampaui pertumbuhan permintaan secara keseluruhan, dan mendekati rekor tertinggi yang dicapai pada 2019. Perdagangan batu bara melalui laut pada tahun ini mungkin juga akan melampaui rekor 1,3 miliar ton yang dicapai pada 2019.

(wdh)

No more pages