Bloomberg Technoz, Jakarta - Tekanan yang dihadapi oleh nilai tukar rupiah melawan dolar Amerika masih belum berjeda dengan kurs valas saat ini telah menyentuh di atas Rp15.600-an/US$.
Pelemahan rupiah akibat gelombang jual nan massif di pasar surat utang dan saham, berepisentrum dari arah kebijakan bunga acuan Federal Reserve, yang diyakini akan menaikkan tingkat bunga sekali lagi di sisa tahun ini.
Bila itu terjadi, maka untuk pertama kali dalam sejarah bunga acuan Indonesia dan Amerika setara yaitu 5,75%. Dengan berulang kali Bank Indonesia menegaskan opsi kenaikan BI7DRR untuk menjaga selisih imbal hasil tidak ada di atas meja, memantik pertanyaan lanjutan: Cukupkah amunisi bank sentral dalam menahan guncangan pasar yang terus mengikis nilai rupiah mendekati zona lemah baru, yang terburuk ke Rp16.000/US$ seperti saat krisis karena pandemi Covid-19 pertama meletus pada 2020 lalu?
Jumat pekan ini Bank Indonesia akan melaporkan posisi cadangan devisa September yang diperkirakan banyak tergerus untuk menahan pelemahan nilai tukar sepanjang bulan lalu. Rupiah kehilangan sedikitnya 1,5% nilai selama September.
Pada Agustus lalu, posisi cadangan devisa RI sudah tergerus ke US$ 137,1 miliar, terendah sejak November tahun lalu. Dalam pernyataan terakhir, bank sentral menegaskan, nilai cadangan devisa itu setara 6,2 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri, sehingga masih berada di atas standar kecukupan internasional yaitu 3 bulan impor.