Indonesia menjadi bidikan awal dibanding negara lain di ASEAN bukan tanpa sebab. Penetrasi media sosialnya, yang hadir lebih dulu terbukti sukses. We Are Social menggambarkan dalam laporannya bahwa minat publik Indonesia akan TikTok sangat tinggi.
Selama periode 2019-20233, jumlah pengguna TikTok naik 38%. Pada periode 2019, TikTok tidak masuk dalam jajaran lima besar aplikasi paling populer untuk masyarakat Indonesia. Saat itu aplikasi hits masih dipegang; Youtube, WhatsApp, Facebook, Instagram, dan Twitter.
Tiga tahun berselang TikTok menduduki posisi 4 besar. Posisi puncak menjadi milik WhatsApp (88,7%), Instagram (84,4%), Facebook (81,3%), TikTok (63,1%), dan Twitter (58,3%). TikTok juga menjadi saluran distribusi yang efektif untuk konten pemberitaan atau news sepanjang tahun ini, seperti disampaikan Reuters Institute. Dalam laporannya 909% telah rajin mengupload konten berita di Tiktok.
Berbekal popularitas yang didapat, lantas membuat TikTok mengembangkan fitur perdagangan online. Terdapat penambahan keranjang kuning pada kiri bawah layar, hingga mendorong pengguna berbelanja setelah menonton konten dari para kreator atau kerap dipanggil “TikTokers”.
Fitur e-commerce yang menyedot minat hingga menjadi bisnis baru di aplikasi TikTok. Pada industri digital dikenal dengan “Social Commerce”. Inilah yang menjadi titik pangkal pemerintah Indonesia merevisi aturan lama, Permendag 50 Tahun 2020 menjadi Permendag 31 Tahun 2023.
Poin utama dalam revisi alam penataan ulang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Ada batas tegas pada pelaku social commerce, dalam hal ini TikTok. Social commerce hanya diizinkan untuk memfasilitasi promosi penjualan barang atau jasa namun tidak diizinkan untuk memfasilitasi transaksi langsung.
Jika tidak taat aturan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan akan memberi sanksi perusahaan. Jika mengacu pada Permendag terbaru, dalam pasal 50 ayat (1) dijelaskan, pelaku usaha yang melanggar sejumlah ketentuan yang termaktub dalam Permendag 31/2023 tersebut, salah satunya Pasal 21 ayat (3), dikenai sanksi administratif oleh Menteri.
Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan, dimasukkan dalam daftar hitam, pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri oleh instansi terkait yang berwenang; dan/atau pencabutan izin usaha.
Pada Pasal 50 ayat (3) dalam beleid tersebut tercantum, Menteri mendelegasikan kewenangan pengenaan sanksi administratif kepada Direktur Jenderal PKTN. Kemudian, kewenangan pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dilaksanakan oleh direktorat yang membidangi tertib niaga seperti tertulis pada Pasal 50 ayat (4).
Pada awal rencana revisi Permendag ini muncul, TikTok menyatakan langkah pemerintah sebagai penghambat inovasi. Anggini Setiawan, Head of Communications, TikTok Indonesia bulang bahwa kebijakan penyatuan model bisnis digital justru menguntungkan pengembangan bisnis dari para pelaku usaha lokal.
“Hampir dua juta bisnis lokal di Indonesia menggunakan TikTok untuk tumbuh dan berkembang dengan social commerce. Memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda bukan hanya akan menghambat inovasi, namun juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia,” kata Anggini dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/9/2023).
Dalam perkembangannya, TikTok Indonesia juga mengaku mendapatkan banyak keluhan dari penjual lokal. Atas dasar itulah TikTok menginginkan pemerintah mempertimbangkan putusan tersebut.
“Sejak diumumkan hari ini, kami menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta kejelasan terhadap peraturan yang baru. Namun kami juga berharap pemerintah mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate yang menggunakan TikTok Shop,” kata juru bicara TikTok, Senin (25/9/2023).
Namun, keputusan telah ditetapkan. Bahkan dukungan datang langsung dari Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan saat berkunjung ke IKN Nusantara. Jokowi setuju jika UMKM harus dilindungi.
“Karena kita tahu itu berefek pada UMKM, kepada produksi di usaha kecil, usaha mikro, dan juga pada pasar. Ada pasar, di beberapa pasar mulai anjlok menurun karena serbuan,” jelas Jokowi. “Mestinya dia itu sosial media bukan ekonomi media, itu yang baru akan diselesaikan untuk segera diatur.”
(wep/roy)