"Kalau aku pribadi sih sebenarnya aku lebih baik pindah instansi yang memang tidak perlu pindah ke sana karena sebagai seorang ibu yang mungkin sudah punya keluarga punya anak karena kan pemikiran saya kan ke depan ya. Ujung-ujungnya pulangnya ke sini lagi kan," kata dia saat dihubungi pada Selasa malam (3/10/2023).
Sederet insentif yang direncanakan pemerintah juga tak terlalu membuatnya tergugah.
"Insentif dan segala macam itu mungkin bermanfaat tapi akan terpakai juga untuk modal kita pulang kampung, jadi sama aja sih sebenarnya. Kita mau ada di sini atau pindah ke sana hitungannya menurut saya sama aja karena kita pasti butuh biaya untuk tinggal di tanah orang," tambahnya.
Pandangan Indira ternyata tak terlalu jauh berbeda dengan ASN lainnya yang ditanyai oleh Bloomberg Technoz. ASN lain bernama Dahlia, pegawai negeri sipil di kementerian yang berbeda bahkan mengatakan merasa berat pindah ke IKN paling tidak dalam 5 tahun ke depan. Dia khawatir infrastruktur di IKN belum mapan. Namun dia menilai bahwa selain insentif memang baik adanya tempat tinggal disediakan.
"Untuk 5 tahun ke depan tidak (bersedia pindah) karena infrastruktur serta fasilitas penunjang untuk kehidupan di sana belum mapan seperti Jakarta saat ini. Namun jika sudah baik tidak apa-apa mengingat kemacetan dan polusi Jakarta sangat tinggi," kata Dahlia.
Keengganan juga disampaikan oleh ASN yang bisa dipanggil Jacob yang merupakan ASN di salah satu kementerian yang kantornya berada di kawasan Kuningan.
"Saya belum bersedia dalam waktu dekat. Saya belum bersedia karena belum mendapatkan gambaran dan penjelasan terkait tata kerja PNS jika dipindahkan ke IKN. Saya masih mendapatkan dan memahami informasi seputar IKN sebatas pembangunan gedung fisik dan penunjangnya," kata Jacob saat dihubungi.
Sementara terkait pola kerja dan fasilitas PNS jika dipindahkan ke IKN kata dia juga belum dijelaskan dengan rinci. Namun kata dia bila memang ada insentif seperti tunjangan kemahalan dan dipastikan didapatkan secara berkesinambungan maka akan bersedia pindah.
"Saya pribadi akan mengikuti kebijakan tersebut dengan bersedia pindah ke IKN jika kebijakan tersebut benar-benar sudah berjalan dengan konsisten dan berkelanjutan," ujar dia.
Gambaran keengganan ASN pindah ke IKN dan deretan insentif untuk ASN itu ditanggapi oleh pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung. Menurutnya, ironis bila ada ASN yang tak siap dipindahkan apalagi dengan alasan kenyamanan. Padahal sejatinya, ASN adalah public servant 'pelayan publik' dan mereka memiliki ikatan dinas. Tanpa ada iming-iming insentif, mereka seharusnya siap ditugaskan. Apalagi kala ASN enggan berpindah lokasi kerja, masih ada jutaan orang yang membutuhkan pekerjaan yang layak.
"Setiap ASN itu sudah siap dari awal apabila ditetapkan oleh negara, dia tinggal pilih dan menaati. Mau keluar juga enggak masalahkan," kata Lisman pada Selasa malam (3/10/2023) lewat sambungan telepon.
Dia mengatakan, ASN berbeda dengan pekerja sektor swasta. Lanjut dia, bekerja sebagai ASN mempunyai kelebihan tertentu yang tidak diperoleh di swasta. Mereka para ASN mendapat perlindungan berbagai hal dan juga dalam melakukan tugas mereka difasilitasi diusahakan secukup-cukupnya. Oleh karena itu kecukupannya akan ditanggung negara sehingga tak harus terlalu cemas bila dimutasi.
"Dimungkinkan kalau belum memenuhi pasti akan diusahakan supaya ketersediaan fasilitas untuk bekerja dengan baik itu selalu disediakan," tambahnya.
Menurut dia, sah-sah saja jika ada ASN yang kurang sreg pindah ke IKN lantaran alasan kenyamanan termasuk kekhawatiran akan fasilitas kesehatan misalnya. Namun mereka juga perlu mengingat bahwa penempatan juga bisa temporal dan terjadi lagi pemindahan ke kota yang sudah lebih mapan.
"Tapi sekarang kalau sejumlah orang yang mau dipindahkan ke sana itu tidak mau, lha kenapa masuk ASN? Orang yang ngantre (mau jadi ASN) jutaan. Keluar aja deh biar gua yang ikut ya," kata dia.
"Sementara di sektor publik seperti di negara-negara maju itu ya mereka pada taraf yang sama semua bersedia diperintahkan di mana saja," tutupnya.
Laporan: Dovana Hasiana
(ezr)