Logo Bloomberg Technoz

Adapun Zarubehzneft sendiri merupakan perusahaan yang bersama-sama mengoperatori blok migas yang terletak di lepas pantai Natuna Timur itu, bersama dengan perusahaan migas asal Inggris, Premier Oil Tuna BV, salah satu anak usaha Harbour Energy Group.

Melalui anak Premier Oil Tuna BV, Harbour Energy memiliki hak partisipasi atau participating interest (PI) sebesar 50%, seperti halnya Zarubehzneft melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd. yang juga mengantongi 50%.

Harbour Energy sendiri sebelumnya telah memutuskan untuk mengundur investasi akhir atau final invesment decision (FID) terhadap pengembangan Blok Tuna menjadi 2025. 

Pemerintah Indonesia, padahal, telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau plan of development (POD) Lapangan Tuna sejak Desember 2022.

Pengunduran tersebut, kata Harbour, tak lain adalah imbas dari sanksi Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap invasi Rusia ke Ukraina.

""Kami terus melakukan diskusi konstruktif dengan Pemerintah Rusia sebagai mitra kami, dan pemerintah Indonesia untuk mencapai solusi--tetapi tidak mengantisipasi untuk dapat memulai FID hingga tahun depan, yang berarti potensi keputusan investasi akhir akan diambil pada 2025," ujar Chief Executive Officer (CEO) Harbour Energy, Linda Zarda Cook akhir Juli lalu.

Kini, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional yang menelan biaya mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun pun masih terkatung-terkatung.

"Sekarang ZN nggak bisa bayar karena terkena sanksi, jadi yang bayar dari ini dulu, Harbour," jelas Tutuka.

(ibn)

No more pages