Jika Indonesia berhasil memanfaatkan bonus demografi ini dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, maka jebakan kelas menengah (middle-income trap) bisa dilalui. Middle-income trap adalah kondisi di mana negara yang tergolong berpendapatan menengah kesulitan untuk ‘naik kelas’ menjadi negara maju.
Menurut klasifikasi Bank Dunia, negara berpendapatan tinggi dicirikan dengan pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI) di atas US$ 13.205. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan Indonesia mampu keluar dari kelompok negara berpendapatan menengah pada 2036. Pada 2035, saat bonus demografi berakhir, GNI per kapita Indonesia diperkirakan sudah di US$ 12.233.
Tarif Pajak Tinggi
Menjadi negara maju berpendapatan tinggi tentu menyenangkan. Standar hidup akan meningkat, pendapatan rakyat meningkat alias makin kaya, dan sebagainya yang indah-indah.
Di negara maju berpendapatan tinggi, rakyat pun mendapatkan berbagai kebutuhan dasar tanpa membayar. Pendidikan gratis, kesehatan gratis, pemberian berbagai tunjangan, dan lain-lain.
Namun rakyat pun harus siap kala Indonesia menjadi negara maju berpendapatan tinggi. Sebab, salah satu ciri negara seperti itu adalah pajak yang tinggi. Pajak dikumpulkan untuk membiayai pendidikan gratis, kesehatan gratis, pemberian berbagai tunjangan, dan lain-lain itu tadi.
Di negara-negara maju berpendapatan tinggi anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), terlihat tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang lumayan tinggi. Rata-rata tarif PPh Orang Pribadi di Belgia pada 2022 mencapai 46,5%, naik dari 2021 yang rata-rata 45,7%.
Kemudian di Prancis, rata-rata tarif PPh Orang Pribadi pada 2022 adalah 40,7%. Naik dari tahun sebelumnya yang rata-rata 40,6%.
Lalu di Austria, rata-rata tarif PPh Orang Pribadi pada 2022 adalah 43,4%. Naik dari 2021 yang rata-rata 43,2%.
Sedangkan di Jerman, rerata tarif PPh Orang Pribadi pada 2022 adalah 44,4%. Naik dari 2021 yang rata-rata 44,3%.
Sementara di Italia, rata-rata tarif PPh orang Pribadi pada 2022 ada di 40,1%.
Di Indonesia, tarif PPh dibagi menjadi beberapa lapis (income bracket). Namun lapis tertinggi pun dikenai tarif PPh 35%, lebih rendah dari rata-rata tarif di negara-negara maju.
Artinya, rakyat harus siap dengan tarif pajak tinggi saat Indonesia menjadi negara maju. Sebab, segala fasilitas yang diterima oleh warga negara membutuhkan biaya tinggi dan itu datang dari pajak.
Selain tarif tinggi, rakyat juga harus bersiap bahwa negara bakal lebih ‘galak’ dalam memungut pajak. Setoran pajak harus semaksimal mungkin, datang dari segala penjuru.
Intensitas negara dalam memungut pajak dapat dilihat dari rasio antara penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam istilah awam, ini sering disebut tax ratio.
Pada 2020, rata-rata tax ratio negara-negara OECD adalah 33,5%. Naik dibandingkan 2019 yang 33,4%, padahal 2020 ada pandemi Covid-19.
Menurut catatan Kementerian Keuangan, tax ratio Indonesia pada 2022 adalah 10,4%. Masih sangat jauh di bawah rata-rata OECD.
Untuk mendongkrak tax ratio, maka otoritas pajak harus kerja keras. Intensifikasi dan ekstensifikasi pajak harus terus digenjot untuk mendapat setoran semaksimal mungkin, tanpa harus menimbulkan beban terhadap pelaku ekonomi.