Singapura telah lama memanfaatkan reputasinya sebagai pemerintahan yang bersih dan nol toleransi terhadap kejahatan untuk menarik investasi asing dan kaum berada. Namun, hal itu dipertanyakan setelah otoritas menyita aset dan menahan 10 orang asing — semuanya berasal dari China — atas dugaan pemalsuan dan pencucian uang hasil dari penipuan dan perjudian online ilegal.
Teo menambahkan, negara kepulauan ini sedang bekerja sama dengan mitra internasional dan regulator lokal dan akan mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang bersalah.
Kasus ini, yang mencuat ke publik pada pertengahan Agustus, menyoroti aliran dana dari luar negeri dan apakah sektor keuangan senilai US$2 triliun yang menggerakkan ekonomi negara tersebut telah cukup memblokir transaksi yang meragukan. Singapura telah melihat masuknya orang-orang kaya dari Asia, termasuk dari China, yang mencari investasi aman di tengah pembatasan di negaranya dan kebijakan selama pandemi.
Anggota parlemen sebelumnya telah mengajukan puluhan pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah. Termasuk di antaranya terkait perlunya memperketat aturan pencucian uang yang ada, langkah-langkah tambahan untuk mencegah kejahatan lintas batas, dan pemeriksaan imigrasi.
"Kebanyakan orang bukan pencuci uang atau penjahat ilegal," kata Teo. "Jika peraturannya terlalu ketat, maka adalah mayoritas besar pemohon yang tidak bersalah yang akan dihukum secara tidak perlu."
Setidaknya 240 individu telah divonis bersalah atas tindakan pencucian uang dari tahun 2020 hingga 2022. Teo mengatakan, pihak kepolisian telah menyita aset lebih dari $1,2 miliar dolar Singapura..
Menurut perkiraan Boston Consulting Group, aliran kekayaan lintas batas ke Singapura mencapai US$1,5 triliun tahun lalu. Hal ini menjadikan negara ini sebagai pusat keuangan luar negeri terbesar ketiga di dunia setelah Swiss dan Hong Kong, di mana kaum berada menyimpan aset mereka.
Otoritas mengatakan bulan lalu operasi tambahan mencakup penyitaan rekening bank senilai lebih dari $1,13 miliar dolar Singapura dan uang kripto senilai lebih dari $38 juta dolar Singapura. Pihak kepolisian juga telah mengeluarkan perintah untuk mencegah penjualan lebih dari 110 properti dan 62 kendaraan senilai lebih dari $1,24 miliar dolar Singapura.
Setelah kasus ini muncul, bank-bank di negara kepulauan yang kaya ini semakin memperketat pengawasan terhadap beberapa klien berdarah China yang memiliki kewarganegaraan lain.
Bloomberg melaporkan, beberapa bank telah meninjau pembukaan rekening baru dan transaksi dengan klien China yang membawa paspor terkait dengan investasi. Setidaknya satu bank internasional sedang menutup beberapa rekening klien dengan kewarganegaraan dari negara-negara termasuk Kamboja, Siprus, Turki dan Vanuatu.
--Dengan bantuan dari Yi Wei Wong, Faris Mokhtar dan Aradhana Aravindan.
(bbn)