Harga batu bara yang diramalkan makin terpelanting pada tahun depan dipicu oleh normalisasi permintaan impor dari China dan India, lantaran produksi mereka sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Saat ini, sambung Ahmad, peningkatan produksi batu bara di keduaa negara tersebut belum menggunakan kapasitas maksimum. Dengan demikian, kebutuhan di dalam negeri mereka masih harus ditutup dengan peningkatan impor.
“Selain itu, [harga batu bara akan makin ajlok pada 2024] karena produksi dari Indonesia dan Australia masih akan meningkat sehingga suplai untuk pasar ekspor menjadi lebih tinggi,” sebutnya.
Walakin, dia menyebut masih ada pelung harga batu bara tahun depan rebound jika kondisi ekonomi global sudah membaik sehingga permintaan energi pun kembali meningkat.
Setala, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan harga batu bara kian ambruk pada 2024. Hanya saja, koreksinya tidak sedalam proyeksi harga versi Bank Mandiri.
Bank Permata memperkirakan harga batu bara sampai akhir tahun ini bertengger di posisi US$140/ton, dan secara bertahap akan terus tergelincir ke level US$122,5/ton hingga akhir 2024.
“Kami memperkirakan hal ini sejalan dengan sentimen kenaikan harga minyak dunia yang merupakan substitusi batu bara sebagai sumber energi. Namun, secara fundamental, kami melihat harga batu bara berpotensi mengalami penurunan ke depan,” terangnya, Selasa (3/10/2023).
Dia melanjutkan permintaan batu bara dari China —yang notabene konsumen terbesar dunia— diprediksi makin melambat sepanjang paruh kedua tahun ini, dan berlanjut hingga ke 2024.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi batu bara Indonesia mencapai 687 juta ton pada 2022, naik 12% dari tahun sebelumnya sebanyak 614 juta ton. Dari total produksi tahun lalu tersebut, sebanyak 215 juta ton digunakan untuk pasar dalam negeri, khususnya kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Sekadar catatan, pada Agustus 2023, impor batu bara China memecahkan rekor bulanan tertinggi sepanjang masa dengan capaian 44 juta ton. Akan tetapi, pemesanan batu bara dari Indonesia justru anjlok.
Data terbaru Bea Cukai China menunjukkan pengapalan batu bara RI ke China pada kedelapan hanya 5,89 juta ton, melorot ke peringkat keempat sebagai negara pemasok energi fosil terbesar ke Negeri Panda.
Biasanya, Indonesia merupakan penyuplai batu bara terbesar China. Namun, pada bulan kedelapan, impor emas hitam Beijing rupanya lebih didominasi oleh Rusia dengan 9,96 juta ton, Mongolia 6,84 juta ton, dan Australia 6,69 juta ton.
“Pengiriman batu bara Rusia dan Australia mengambil alih pangsa pasar dari eksportir terbesar China, yaitu Indonesia, pada tahun ini,” kata Amy Xu, seorang analis di Fenwei Energy Information Service Co., dilansir Bloomberg News.
(wdh)