Ahmad mengatakan, selain pergerakan harga minyak dunia, tren bullish dolar juga menjadi hal yang perlu diwaspadai Indonesia dalam kaitannya dengan penetapan harga BBM di dalam negeri.
Terlebih, menurut estimasi Bank Mandiri, setiap 10% kenaikan harga bensin Pertamax atau di atasnya berpotensi meningkatkan inflasi sebesar 0,04 poin persentase (ppt). Sementara itu, kenaikan harga Pertalite 10% berpotensi meningkatkan inflasi sebesar 0,27 ppt.
“Untuk itu, negosiasi antarpara eksportir dan importir untuk menentukan harga kontrak juga sangat penting. Seperti Pertamina sempat membeli minyak lebih rendah dari harga pasar karena berasal dari eksportir baru seperti Nigeria,” tuturnya.
Menurut proyeksi Bank Mandiri, harga minyak dunia hingga akhir tahun ini akan bertengger di kisaran US$85—US$95 per barel, sebelum menurun ke US$70/barel pada 2024 seiring dengan normalisasi produksi di negara-negara penghasil minyak.
“Namun, tekanan dari sisi permintaan tetap akan memberikan pengaruh. Misalnya isu government crash di Amerika,” lanjutnya.
Terpisah, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting memastikan kuota Pertalite tersedia dalam jumlah cukup sampai dengan akhir tahun ini.
“Tetapi, sekali lagi, harapannya konsumen tetap menggunakan BBM nonsubsidi,” katanya saat dihubungi, Selasa (3/10/2023).
Hingga akhir Agustus 2023, lanjut Irto, Pertamina Patra Niaga telah menyalurkan 19,8 juta kiloliter (kl) jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite dari kuota tahun ini sebanyak 32,5 juta kl.
Sementara itu, untuk jenis BBM tertentu (JBT) Solar, perseroan telah menyalurkan sebanyak 11,3 juta kl dari kuota 16,6 juta kl pada periode yang sama.
(wdh)