Logo Bloomberg Technoz

Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, hal ini memberi sinyal bahwa tekanan inflasi kembali menguat didorong oleh lonjakan harga bahan energi. Core PCE Price Index naik 3,9% yoy, tertinggi sejak Mei 2021, dan sejalan dengan ekspektasi pasar.

“Perhitungan akhir Indeks Sentimen Konsumen (Consumer Sentiment Index) AS yang dirilis oleh University of Michigan direvisi naik ke level 68,1 di bulan September dari perhitungan awal 67,7,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Sementara itu, seperti yang diwartakan Bloomberg News, Gubernur Federal Reserve Bank Cleveland, Loretta Mester, mengatakan Bank Sentral AS kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga sekali lagi tahun ini. Bank sentral juga perlu menjaganya pada tingkat yang lebih tinggi untuk beberapa waktu guna mengembalikan inflasi ke target 2%. 

"Saya rasa kami mungkin perlu menaikkan suku bunga the Fed sekali lagi tahun ini dan kemudian menjaganya di sana untuk beberapa waktu, sambil kami mengumpulkan lebih banyak informasi tentang perkembangan ekonomi dan menilai efek dari ketatnya kondisi keuangan yang sudah terjadi," kata Mester pada hari Senin.

Pada acara terpisah, Gubernur Federal Reserve Michelle Bowman mengulang bahwa mungkin diperlukan beberapa kenaikan suku bunga acuan untuk menurunkan inflasi ke target bank sentral, bahkan setelah data Agustus menunjukkan beberapa kenaikan harga paling lambat sejak 2020.

Investor saat ini melihat sekitar satu dari tiga peluang pergerakan suku bunga acuan pada November, naik dari kemungkinan 25% yang diperkirakan pada Jumat kemarin.

Kemudian dari regional, tingkat keyakinan di kalangan perusahaan manufaktur besar asal Jepang berhasil meningkat selama dua kuartal berturut-turut. Indeks sentimen di antara perusahaan manufaktur terbesar naik menjadi 9 pada September dari 5 pada tiga bulan sebelumnya, menurut laporan Tankan Bank of Japan pada Senin (2/10/2023).

Keyakinan di kalangan pengusaha non-manufaktur Jepang juga meningkat menjadi 27 dari sebelumnya 23. 

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi September 2023. Seperti ekspektasi sebelumnya, terjadi peningkatan inflasi secara bulanan meski ada perlambatan secara tahunan.

Pada September terjadi inflasi 0,19% dibandingkan bulan sebelumnya, lebih tinggi dibandingkan Agustus -0,2% mtm. Sedangkan secara tahunan inflasi ada di angka 2,28% yoy. Jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang 3,27% yoy.

Aktivitas industri manufaktur Indonesia berhasil ada di zona ekspansif pada September. Namun, ekspansinya tidak setinggi bulan sebelumnya.

S&P Global mengumumkan aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada September ada di 52,3. Kuat di atas 50, yang menandakan berada di zona ekspansi. 

Ini adalah bulan ke-25 secara berturut-turut pertumbuhan aktivitas manufaktur dalam tren ekspansif.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,3% ke 6.961 dan masih didominasi oleh volume pembelian, namun penutupannya masih tertahan oleh MA-20.

“Saat ini, dalam jangka pendek masih terdapat kemungkinan akan adanya peluang IHSG menguat untuk membentuk wave b dari wave (ii) ke rentang area 6.995-7.017,” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (3/10/2023).

Herditya juga memberikan catatan, selama belum mampu break area resistance di 7.046, maka posisi IHSG masih rawan berbalik terkoreksi untuk menguji area support di 6,900 dan akan menuju ke rentang 6.747-6.861.

Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, ACES, BBRI, JPFA dan MAPA.

Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi melanjutkan tren kenaikan menuju resistance potensial ke 7.000.

“Bersamaan dengan rebound IHSG kemarin, Stochastic RSI dan MACD cenderung membentuk golden cross. Kondisi ini membuka peluang IHSG uji resistance di 6.980–7.000 pada perdagangan hari ini,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham BBCA, BBRI, TLKM, ADMR, PGEO, GOTO, MAPI dan ACES.

(fad/aji)

No more pages