Pemerintah memang sudah menyadari hal tersebut dan mulai mengupayakan adanya penghiliran industri. Namun, menurut Johnny, upaya itu terlambat dilakukan mengingat waktu yang dibutuhkan untuk merealisasikannya tidak bisa dibilang singkat.
"Mulainya itu terlambat, baru belakangan ini. Waktunya itu juga lama, tidak bisa begitu saja jadi. Contoh itu untuk [komoditas] nikel, smelter-nya enggak jadi-jadi juga karena itu butuh uang besar, investasinya perlu dicari dahulu," tuturnya.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah mengatakan salah satu penyebab lesunya ekspor secara bulanan adalah koreksi terhadap kinerja penjualan komoditas unggulan seperti besi dan baja, minyak kelapa sawit dan produk turunannya, serta batu bara.
"Sepanjang 2022, [kinerja perdagangan] Indonesia menikmati windfall [durian runtuh] akibat kenaikan harga komoditas unggulan di pasar internasional. Namun, per Januari 2023, nilai ekspor untuk komoditas unggulan mengalami penurunan secara bulanan," tuturnya di sela konferensi pers, Rabu (15/02/2023).
Penurunan kinerja ekspor komoditas besi dan baja serta minyak kelapa sawit dan produk turunannya lebih disebabkan oleh tekanan secara volume, alih-alih nilai.
Sementara itu, pelemahan ekspor komoditas batu bara lebih disebabkan oleh koreksi harga komoditas tersebut, yang diperparah dengan penurunan permintaan global.
Secara terperinci, ekspor komoditas besi dan baja pada Januari 2023 hanya mencapai US$ 2,1 miliar, minyak kelapa sawit dan produk turunannya US$2,0 miliar, serta batu bara US$3,4 miliar.
(rez/wdh)