“Rencananya, kami akan mulai menjual melalui situs dan agen kami di Nigeria, bulan ini. Dilanjutkan dengan Kenya.”
Partnership dengan Jumia akan membantu Starlink menjual terminal di daerah yang tidak memiliki alamat resmi dan pemetaan kota.
Terminal jenis portabel yang terhubung dengan satelit orbit rendah atau low-earth orbit (LEO) besutan SpaceX, perusahaan milik Musk juga. Selanjutnya akan membantu menghadirkan layanan broadband di Afrika, yang memiliki penetrasi internet terendah di dunia.
Diketahui MTN Group Ltd. dan Vodacom Group Ltd. merupakan penyedia utama broadband di Afrika, dimana perusahaan mengalami kesulitan untuk menghadirkan infrastruktur di wilayah terpencil.
Perusahaan-perusahaan teknologi besar telah mencoba menyediakan internet berkecepatan tinggi di Afrika, yang mereka sebut sebagai ide-ide inovatif. Namun hal ini gagal, dan kembali menggunakan kabel fiber ataupun kabel laut.
Facebook, anak usaha Meta Platforms Inc. mencoba membangun drone raksasa dengan tujuan menyediakan konektivitas high-altitude di benua Afrika. Namun kemudian gagal dan mendarat.
Google milik Alphabet Inc - menjalankan proyek Loon. Pekerjaan yang seolah serupa namun dengan balon berisi helium, sebelum dibatalkan dua tahun lalu.
Jaringan Musk, terdiri dari ribuan satelit kecil, yang berkomunikasi melalui terminal pengguna, tampaknya memiliki peluang yang lebih baik untuk menghubungkan orang-orang di benua ini. Namun, biaya terminal Starlink standar berharga 435.000 naira (sekitar US$557) di Nigeria mungkin akan menjadi penghalang.
“Kami harus membangun model bisnis dan jaringan transportasi kami sendiri, bahkan memetakan sampai batas tertentu ketika kami mulai membangun bisnis e-commerce Afrika,” kata El Gabry.
“Jadi kami memiliki pengalaman yang dibutuhkan dalam menavigasi lanskap ritel dan barang dagangan di Afrika.”
Jumia berencana untuk menjual produk Starlink di 11 negara Afrika, tempat mereka beroperasi selama ini, kata El Gabry. Starlink mengkonfirmasi kesepakatan tersebut tanpa memberi penjelasan rinci.
(wep)