Agar tetap bisa menghasilkan, cara-cara lama mulai ditinggalkan. Diganti dengan metode lebih modern. Data granual dipakai untuk melacak kondisi terkini, termasuk kesuburan tanaman merambat ini. Khususnya di lingkungan yang mengalami pemanasan dengan cepat. Teknologi satelit kini telah dipakai oleh petani,
Satelit, menurut perusahaan rintisan seperti Ticinum Aerospace dan TerraNIS, digunakan oleh para petani anggur untuk memanen buah anggur pada saat yang tepat.
“Terkadang produsen tidak mengumpulkan data tentang anggur, atau mereka mengumpulkan data tetapi tidak disimpan dengan cara yang mudah, atau mereka tidak tahu dari petak mana mereka mengambil sampel,” ujar Daniele De Vecchi, manajer proyek di Ticinum Aerospace untuk Saturnalia, sebuah platform data untuk mengevaluasi hasil panen anggur.
“Saat ini industri wine dapat membuat keputusan berdasarkan data. Memang tidak terlalu romantis, tetapi menurut saya ini adalah satu-satunya cara untuk melangkah maju.”
Founder dan presiden TerraNIS, Marc Tondriaux menambahkan bahwa semakin banyak petani Prancis yang bergabung. Tondriaux mendirikan TerraNIS, sebagai usahanya menyediakan data pertanian berdasarkan citra satelit dan drone.
“Sepuluh tahun yang lalu, pelanggan utama untuk aplikasi ini sebagian besar ada di Bordeaux. Sekarang kami melihatnya lebih banyak di wilayah selatan,” kata Tondriaux.
Kini teknologi ini sudah dimanfaatkan untuk pembuatan wine. Namun tidak lama lagi mungkin saja akan meluas untuk pertanian secara umum. Perannya makin penting.
Setelah beberapa dekade mengalami kemajuan, jumlah orang yang mengalami kekurangan gizi mulai bergerak ke arah yang salah. Pemanasan global, gangguan rantai pasokan yang terkait dengan cuaca ekstrem, dan bahkan penurunan nutrisi akibat penambahan karbon dioksida di atmosfer, mendorong terjadinya krisis pangan global.
Hal yang patut menjadi perhatian di wilayah yang paling rentan terhadap panas yang mematikan tanaman. Di sisi lain banyak negara juga di ambang risiko kelaparan.
Pada 10 hotspot di dunia, mulai dari Guatemala hingga Afghanistan, kelaparan akut telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam tempo enam tahun, menurut lembaga asal Inggris Oxfam. Dan, teknologi sensor satelit ini dapat memainkan peran besar dalam memperlambat hal tersebut.
Para ahli memberi gambaran masa depan di mana para petani dapat mengelola ladang berdasarkan data pengamatan Bumi, yang sebagian besar gratis, tentang penyakit tanaman, serangan hama, kebutuhan nutrisi, tekanan air, periode panen ideal, dan melakukan evaluasi.
Tondriaux mengatakan bahwa menggabungkan rekomendasi berdasarkan data orbital atau drone dengan mesin pertanian yang digerakkan oleh GPS, dapat mengubah wajah pertanian
Dalam prosesnya, teknologi ini mungkin dapat mencegah pemanasan global terburuk yang mungkin terjadi bagi para petani. Pun, teknologi yang sama memiliki potensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor pertanian hingga 13%, menurut laporan World Economic Forum bulan April.
Laporan tersebut melihat pasar untuk data satelit di sektor pertanian hampir dua kali lipat pada tahun 2030 dengan nilai hampir US$1 miliar.
Laporan ini menghitung nilai pencegahan kehilangan hasil panen dengan menggunakan satelit— untuk mendeteksi hama dan patogen–sebesar US$400 juta. Diestimasi pula terjadi penurunan hampir 10% dalam penggunaan air dengan memanfaatkan pengetahan yang ditularkan melalui ruang angkasa.
Teknologi satelit telah lama digunakan untuk membantu pemerintah dan pasar berjangka berupa penilaian tingkat skala, seperti ukuran panen jagung yang akan datang di Amerika Serikat atau gandum di Ukraina.
Teknologi yang lebih baru memiliki kapasitas untuk membantu petani individu mengukur dan memperluas potensi hasil panen secara mandiri. Satelit dari NASA, Badan Antariksa Eropa (European Space Agency), ataupun perusahaan swasta yang berbasis di San Francisco, seperti Planet, menyediakan gambar-gambar bumi dari berbagai spektrum elektromagnetik.
Ketika sinar matahari mengenai permukaan planet bumi, panjang gelombang tertentu dipantulkan kembali berdasarkan material yang terkena sinar dan kondisi fisiknya.
Klorofil, yang digunakan tanaman untuk menghasilkan makanannya, menyerap banyak cahaya tampak, sementara struktur sel daun memantulkan gelombang inframerah-dekat (near-infrared wavelengths/NIR).
Sensor dan kamera mengukur intensitas gelombang yang dipantulkan kembali dari Bumi. Tingkat pantulan NIR yang tinggi ditambah dengan reflektifitas yang rendah tampak mengindikasikan lebatnya vegetasi, seperti hutan atau tanaman yang sehat.
Sedikit perbedaan dalam reflektifitas dari dua pita spektral akan menunjukkan vegetasi tidak lebat, seperti gurun atau tanah gundul.
Berbagai perhitungan ini telah terbukti sebagai indikator yang dapat diandalkan. Khususnya dalam mewujudkan tingkat nitrogen, nutrisi utama tanaman, biomassa tanaman, luas daun, dan kandungan klorofil—seluruhnya terhubung dengan kandungan air tanah. Indeks NVDI, salah satu pengukuran berbasis satelit yang paling sering digunakan di bidang pertanian, adalah ukurannya.
Para ilmuwan di TerraNIS dan Ecole d'Ingénieurs de PURPAN, sebuah lembaga penelitian asal Toulouse, Prancis, mendukung keakuratan data tersebut, Mereka menunjukkan korelasi yang kuat antara tingkat nitrogen yang diambil dari sampel daun dengan analisis dari citra satelit.
Dengan setiap pixel gambar yang mewakili area sekecil setengah meter persegi, data satelit dapat disajikan di atas peta ladang. Hal yang kemudian membantu pemupukan. NDVI yang rendah saat tanaman mendekati waktu panen, misalnya, menunjukkan kebutuhan pupuk nitrogen.
“Kami telah memperlakukan ladang pertanian seolah-olah semua tanah itu sama persis, padahal kami tahu justru berbeda. Data satelit membantu kami untuk mengatur ladang kami secara mikro pada tingkat yang jauh lebih terperinci,” kata Misty Tucker, kepala industri pertanian Planet.
Saat teknologi tersebut tersedia secara luas, sumber daya yang dihemat, pengurangan emisi, dan ketahanan tanaman dalam menghadapi krisis iklim akan berdampak signifikan. Khususnya dalam rangka memperlambat pemanasan global dan melindungi pasokan makanan.
Para pembuat kebijakan mulai melihat adanya titik terang. Uni Eropa mengubah Kebijakan Pertanian Bersama dengan mempertimbangkan pemantauan satelit. Aksi ini selain dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, juga membantu pola pemakaian pupuk, dan memantau zona mati di lautan.
Di Amerika Serikat, Undang-Undang Konektivitas Satelit Pertanian ( the Precision Agriculture Satellite Connectivity Act) memaksa Komisi Komunikasi Federal (the Federal Communications Commission/FCC) untuk mempertimbangkan perubahan kebijakan komunikasi satelit dapat membantu pertanian, serta menyusun rekomendasi untuk Kongres. Undang-undang ini kemudian disahkan oleh DPR pada bulan April.
Instrumen pengamat bumi milik NASA telah membantu “memberikan prediksi global dan lokal mengenai ketersediaan air, kesehatan tanaman, dan tingkat produksi,” ujar Karen St Germain, direktur ilmu pengetahuan bumi NASA.
“Tanaman selalu berubah Jadi, Anda harus cepat dalam mendeteksi masalah. Sentinel memiliki band yang berbeda untuk mendeteksi kelembaban tanah dan kesehatan vegetasi yang sangat langka,” jelas Sara Antognelli, manajer penelitian dan pengembangan Agricolus. Nama terakhir merupakan perusahaan data satelit asal Italia. Satelit ini dapat bekerja dengan 140 jenis tanaman-dari anggur hingga biji-bijian
Studi TerraNIS-E.I.P. menemukan bahwa data Sentinel yang tersedia secara gratis lebih akurat dalam menilai status nitrogen. Ini membandingkan dengan data beresolusi lebih tinggi dari satelit untuk mengaksesnya harus berlangganan. Dimana instrumen baru dapat memberikan wawasan yang lebih baik lagi.
Satelit tentu tidak bisa melakukan semua hal. Temuannya sering kali perlu dikonfirmasi di lapangan, dan terlalu bergantung pada data orbital dapat menyebabkan kecerobohan, diterangkan José Manuel Amigo, seorang ahli pencitraan hiperspektral dan analisis kimia Basque Foundation for Science, di Bilbao, Spanyol.
“Penginderaan jarak jauh adalah disiplin ilmu luar biasa yang membantu petani dalam berbagai situasi," katanya. Namun, asumsi-asumsi terlalu sering digunakan saat ada keterbatasan yang diabaikan.
“Mengolah data tidaklah mudah, dan menghubungkan parameter dengan isu-isu aktual” dapat menjadi lompatan yang terlalu jauh.
“Para peneliti lupa bahwa jawaban yang mereka berikan kepada petani harus diikuti dengan validasi yang intensif dan penjelasan kimiawi yang baik,” ucap Manuel Amigo.
Kaitlin Gold, seorang profesor patologi tanaman di Cornell University di Jenewa, New York, mengatakan bahwa dirinya antusias dengan potensi teknologi untuk mendeteksi penyakit tanaman secara dini. Hal yang dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
(wep)