Gula merupakan salah satu bahan penting untuk makanan lokal, dan juga digunakan dalam kue-kue dan makanan manis yang mengelilingi perayaan-perayaan Muslim. Bagi banyak rumah tangga di Afrika, "gula tetap menjadi salah satu sumber kalori yang paling terjangkau," menurut Kona Haque, kepala penelitian komoditas di ED&F Man.
Namun lonjakan harga memaksa konsumen untuk mengurangi pembelian minuman ringan dan tidak lagi menggunakan gula yang biasanya ditambahkan ke dalam chai dan minuman lainnya, ujar Agwingi. Perusahaan-perusahaan juga mengurangi pembelian karena permintaan yang lesu.
"Sudah hampir tiga bulan saya tidak membeli gula untuk sarapan. Kami sekarang mengonsumsi nasi di pagi hari karena harga gula dapat digunakan untuk membeli bumbu-bumbu lainnya," kata Fatoumata Conde, seorang ibu di Guinea, yang biasa menambahkan gula ke dalam bubur beras dan kopi.
Biaya pembuatan puff puff, camilan populer di Afrika Barat yang terbuat dari adonan yang digoreng, juga melonjak, sehingga mendorong beberapa pedagang untuk mengurangi jumlah gula yang ditambahkan ke dalam camilan kenyal tersebut. Sebuah restoran di Kamerun telah beralih menyajikan teh dan kopi dengan madu untuk mengurangi biaya.
Impor gula mentah gabungan dari empat negara pengimpor teratas - Nigeria, Aljazair, Maroko, dan Mesir - turun 1% selama delapan bulan hingga Agustus dibandingkan dengan tahun lalu, dan 8% dari tingkat tahun 2021, menurut data awal oleh Green Pool Commodity Specialists.
Pasar Utama untuk Gula
Para pedagang komoditas biasanya melihat benua Afrika sebagai pendorong utama permintaan gula. Afrika memiliki tingkat pertumbuhan populasi tertinggi di antara wilayah-wilayah besar lainnya, dan pangsa rumah tangga berpenghasilan menengah meningkat.
Namun, hanya lima negara yang mampu memproduksi gula dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan, sehingga menjadikannya tujuan ekspor yang menarik bagi produsen lain.
Harga gula bervariasi di setiap negara, tergantung pada kapasitas pemurnian dan jenis gula yang diimpor, sehingga beberapa negara lebih rentan terhadap perubahan harga dibandingkan negara lainnya. Sebagai contoh, negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair dan Maroko biasanya mengonsumsi lebih banyak gula putih, dan memiliki lebih banyak pabrik pemurnian dibandingkan dengan negara-negara lain di benua tersebut, sehingga mereka dapat mengimpor gula mentah yang lebih murah dalam jumlah besar dan memurnikannya secara lokal.
Wilayah Sub-Sahara umumnya mengimpor gula merah dan gula putih berkualitas rendah, yang dikirim dengan harga yang lebih mahal daripada gula curah.
Pemerintah di seluruh benua ini bergegas memberikan dukungan. Para pembuat kebijakan di Kenya membuka peluang bebas bea untuk mengimpor gula guna menutupi kekurangan pasokan dan menurunkan harga. Pantai Gading telah membatasi ekspor gula hingga akhir Desember untuk memastikan pasokan domestik, dan para pejabat Uganda juga menghadapi tekanan dari para produsen untuk menurunkan bea masuk.
Masalah-masalah ini diperburuk oleh dua kekuatan kembar, yaitu penguatan dolar dan kekurangan mata uang yang digunakan untuk menentukan harga sebagian besar bahan mentah termasuk gula. Hal ini mengurangi kemampuan beberapa negara untuk meningkatkan impor, menurut Haque dari ED&F Man.
"Sebagian besar negara menggunakan cadangan dolar mereka untuk membeli biji-bijian dan pupuk ketika harga-harga tinggi setelah invasi Rusia di Ukraina," katanya. "Sekarang, beberapa negara sedang berjuang untuk meningkatkan impor gula dan mengurangi stok - tetapi mereka harus mengisi kembali pada suatu saat nanti."
Dampak ke Indonesia?
Lalu bagaimana dengan Indonesia, pekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengingatkan soal krisis pangan global dalam skala besar dan serius dalam waktu lima tahun ke depan. Hal ini merujuk pada tren sejumlah negara produsen komoditas pangan yang menghentikan ekspor ke luar negeri.
Negara-negara produsen utama komoditas pangan sedang mencoba mengamankan atau menjaga stok cadangan pangan bagi warga negaranya masing-masing.
"19 negara saat ini sudah tidak mengekspor pangan ke dunia bahkan sekarang sudah 22 negara," kata Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Rakernas PDIP di JIExpo Kemayoran Jakarta, Jumat (29/9/2023).
"Ada uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan, Myanmar juga masuk tidak akan mengekspor bahan pangan nya."
Menurut Jokowi, beberapa komoditas yang masuk dalam daftar penghentian ekspor adalah gandum, beras, dan gula. Kebijakan penyelamatan negara ini dikeluarkan usai krisis pangan yang dipicu invasi Rusia ke Ukraina. Selain itu, kondisi semakin buruk usai sejumlah produsen utama komoditas pangan mulai membatasi ekspor seperti India sebagai penghasil terbesar beras. Hal ini dipicu pada anomali produksi pangan akibat fenomena El Nino pada pertanian dan perkebunan.
- Dengan bantuan dari David Herbling, Pius Lukong dan Baudelaire Mieu.
(hps)