“Namun, kami menilai untuk tembus ke atas US$100/barel kemungkinannya masih kecil,” ujarnya saat dihubungi Bloomberg Technoz.
Menurut Josua, terdapat beberapa downward risk yang akan merintangi laju harga minyak dunia untuk kembali menembus ke level tertingginya seperti tahun lalu.
Pertama, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) masih berpotensi menguat, sejalan dengan kebijakan moneter The Federal Reserves (The Fed) yang masih cenderung hawkish.
Hal tersebut dinilai Josua akan menekan harga minyak lantaran transaksi komoditas hampir seluruhnya menggunakan mata uang dolar AS, sehingga penguatan greenback akan membuat minyak menjadi relatif lebih mahal bagi konsumen.
Kedua, pelemahan ekonomi China yang juga berpotensi menurunkan permintaan minyak mentah dunia. Terlebih, Negeri Panda merupakan konsumen terbesar minyak mentah global.
Ketiga, ekspektasi pertumbuhan ekonomi global 2024 yang secara keseluruhan diproyeksikan tidak akan sebaik tahun ini. “Dengan demikian, ini juga akan menjadi sentimen penekan harga minyak mentah ke depan,” kata Josua.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan harga minyak dunia pada akhir tahun ini akan terhenti di level sekitar US$94/barel, akibat pemangkasan produksi OPEC+ yang dibarengi dengan kenaikan proyeksi permintaan minyak dunia.
“Memang, awalnya ada China factor yang membuat proyeksi minyak mentah bergerak lebih moderat di rentang US$80—US$90 per barel. Kondisi ekonomi China yang dilanda pelemahan industri dan sektor properti ternyata belum bisa meredakan harga minyak dunia,” katanya.
Menurut Bhima, kemungkinan besar harga minyak dunia akan bertahan di level stabil tinggi hingga awal 2024. Untuk itu, dia memperingatkan agar upaya pengendalian inflasi dapat makin diseriusi, khususnya terhadap kelompok bahan pangan segar.
“Jelang pemilu, kenaikan harga minyak mentah bisa berisiko ke stabilitas inflasi terutama volatile food.”
Di sisi lain, ekonom dan analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi bahkan memprediksi harga minyak akan turun ke kisaran US$70 hingga US$80 per barel pada akhir tahun ini.
Menurut Ahmad Zuhdi, perkiraan penurunan harga tersebut disebabkan lantaran organisasi negara pengekspor minyak dunia (OPEC+) masih berpeluang memacu produksi hingga 2024.
"Karena OPEC+ sangat mungkin untuk menaikan produksi, ditambah target produksi mereka untuk 2024 akan lebih tinggi dari target produksi tahun 2023 setelah mereka memberikan potongan sukarela," ujar Zuhdi.
Meski demikian, Zuhdi menilai permintaan minyak dunia masih dapat tertekan lantaran Cadangan Minyak Strategis (SPR) Amerika Serikat yang belum pulih, dan juga kondisi ekonomi China. Negeri Panda merupakan konsumen terbesar minyak mentah global.
Berikut Harga BBM Nonsubsidi Pertamina & SPBU Swasta Per Oktober 2023:
Pertamina Wilayah Jabodetabek
- Pertalite: Rp10.000/ liter
- Pertamax: Rp14.000/liter
- Pertamax Green: Rp16.000/liter
- Pertamax Turbo: Rp 16.600/iter
- Dexlite: Rp17.200/liter
- Pertamina Dex: Rp 17.900/liter
Shell
- Shell Super: Rp15.380/liter
- Shell V-Power: Rp16.350/liter
- Shell V-Power Diesel: Rp17.920/liter
- Shell V-Power Nitro+: Rp16.730/liter.
AKR BP
- BP 92: Rp14.580/liter
- BP Ultimate: Rp16.350/liter
- BP Diesel: Rp17.240/liter.
Vivo
- Revvo 90: Rp11.300/liter
- Revvo 92: Rp14.460/liter
- Revvo 95: Rp15.450/liter
(wdh)