Logo Bloomberg Technoz

Akhir pekan lalu, US Bureau of Economics Analysis melaporkan inflasi AS yang diukur dengan Personal Consumption Expenditure (PCE) pada Agustus 2023 sebesar 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi dibandingkan Juli yang sebesar 0,2%.

Dibandingkan Agustus tahun lalu (year-on-year/yoy), inflasi PCE tercatat 3,5%. Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,4% dan masih di atas target bank sentral Federal Reserve yakni 2%.

Oleh karena itu, ‘perang’ The Fed melawan inflasi belum usai. Suku bunga acuan masih akan bertahan di level tinggi dalam waktu lama (higher for longer) untuk meredam ekspektasi inflasi.

Perkembangan ini menjadi sentimen negatif bagi emas, yang harganya berbanding terbalik dengan dolar AS. Sebab, emas adalah aset yang dibanderol dalam mata uang Negeri Adikuasa.

Apresiasi dolar AS akan membuat emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas akan berkurang dan harganya mengikuti.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dalam perspektif (time frame) harian, emas memang bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 23,96. RSI di bawah 50 mengindikasikan suatu aset dalam posisi bearish.

Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa RSI di bawah 30 juga merupakan pertanda bahwa sudah terjadi jenuh jual (oversold). Oleh karena itu, peluang kenaikan harga menjadi terbuka. 

Target kenaikan terdekat ada di US$ 1.887/ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga naik lagi menuju US$ 1.895,5/ons.

Namun, perlu diperhatikan pula bahwa harga emas sudah menembus support US$ 1.860/ons. Penembusan support ini berisiko membawa harga turun lebih lanjut menuju US$ 1.838/ons.

 

(aji)

No more pages