ICW dan Perludem menyebut aspek uji materi PKPU yang diajukan KPU bertentangan dengan UU Pemilu. KPU juga dianggap terlalu mengada-ada.
“Sebab, baik secara formil yang diketahui tidak partisipatif, aspek materiil juga menuai persoalan karena bertentangan dengan UU Pemilu. Ini juga sekaligus membuktikan bahwa alasan yang dibuat oleh KPU untuk membenarkan PKPU Pencalonan Anggota Legislatif ini adalah salah dan keliru, bahkan bisa disebut mengada-ada," jelasnya.
Menurut Perludem dan ICW putusan MA semakin menguatkan sangkaan masyarakat bahwa aturan internal KPU memang benar-benar merugikan publik. Hal yang sekaligus hanya menguntungkan mantan terpidana korupsi.
“Sebab, hak dasar masyarakat untuk mendapatkan calon berintegritas dirampas oleh KPU,” sambung dia.
Melihat perkembangan terbaru, kedua organisasi tersebut sepakat meminta KPU untuk senantiasa menjunjung nilai-nilai integritas pemilu dan tak luput agar KPU merevisi PKPU 10 dan PKPU 11 Tahun 2023 dengan menghapus syarat pidana tambahan bagi mantan terpidana yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
“Tidak hanya itu, kami juga mendesak agar jajaran Komisioner KPU untuk meminta maaf kepada masyarakat karena telah keliru dan ugal-ugalan dalam menyusun aturan mengenai syarat pencalonan anggota legislatif," tutupnya.
Juru Bicara MA Soebandi, dalam keteragannya Sabtu (30/9/2023) menyebut MA dalam pertimbangannya mengatakan tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang memiliki dampak luas pada masyarakat dan negara.
Di sisi lain, Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin dan wakil yang memiliki integritas. Para terpidana korupsi dinilai harus menjalani kehidupan masyarakat umum sekurangnya lima tahun untuk setidaknya mengembalikan nilai-nilai integritas dalam dirinya.
Selain itu MA menyebut KPU seharusnya memperketat persyaratan menjadi calon legislatif; terutama rekam jejak, integritas, dan etika.
KPU juga tak bisa melonggarkan aturan pencalonan dengan dalih menyerahkan seluruh keputusan kepada masyarakat sebagai pemilik suara.
MA menilai, masyarakat justru perlu dilindungi dari kemungkinan memilih calon yang salah, dengan menyiapkan calon-calon yang memang baik melalui penetapan syarat yang ketat.
"Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime, sehingga harus ditangani secara komprehensif," kata Soebandi.
(prc/wep)