Logo Bloomberg Technoz

Aliran Uang Rp70 Miliar ke Staf Komisi I DPR Nistra Yohan

Dalam persidangan, Irwan mengatakan sempat takut menyebutkan nama orang-orang yang menerima aliran duit proyek BTS 4G. Dia menilai sejumlah orang tersebut memiliki kekuasaan dan pengaruh. Dia pun menyebut keluarganya sempat mendapat ancaman fisik dan psikologis. Salah satunya dengan kedatangan orang tak dikenal berulang kali ke rumahnya.

Hakim Ketua Fahzal Hendri bertanya tentang orang-orang yang menerima aliran duit proyek BTS 4G. Irwan mengatakan, baru mengetahui identitas penerima uang melalui berita acara pemeriksaan (BAP) Windi Purnomo saat penyidikan. 

"Belakangan saya tau namanya Nistra setelah diberitahu penyidik. Dari BAP pak Windi," kata Irwan. "Namanya Nistra tapi pak Windi lebih tau." 
"Siapa Nistra, Windi?" tanya Fahzal.

"Pada saat itu pak Anang mengirim [Nomor Nistra] lewat signal [aplikasi komunikasi] mengatakan itu untuk K1," kata Windi. "Kemudian saya tanya ke pak Irwan apa itu K1, ternyata Komisi 1."

"Nistra, Nistra siapa?" tanya Fahzal.

"Nama itu memang sempat saya dengar saat pak Anang dapat tekanan-tekanan itu. Tapi saya tak ingat. Baru kemudian diberitahu penyidik," kata Irwan.

"Kamu itu bertemu gak dengan Nistra itu?" kata Fahzal. "Apa pekerjaannya?"

"Bertemu," kata Windi.

"Saya tak tau, sampai saya kemudian tau dari BAP atau media. Belakangan saya tau dari pengacara bahwa beliau itu orang politik. Staf dari salah satu anggota DPR," kata Irwan.

"Berapa diserahkan sama dia [Nistra]?" tanya Fahzal.

"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia," ujar Windi. "Totalnya Rp 70 miliar."

Windi kemudian mengatakan, pemberian pertama dilakukan di sebuah rumah yang berada pada kawasan Gandul, Cinere, Depok. Sedangkan pemberian kedua berlangsung di sebuah hotel kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat.

"Saya tidak tau [duit akan dikirim ke siapa oleh Nistra], yang Mulia," kata Windi.

Bloomberg Technoz sudah mencoba untuk mengkonfirmasi nama Nistra Yohan kepada sejumlah anggota Komisi I DPR, termasuk politikus yang diduga mempekerjakan. Akan tetapi, mereka belum merespon permintaan konfirmasi.

Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengklaim tak hafal seluruh nama staf dan tenaga ahli dari anggota DPR. Dia pun mengatakan tak bisa mengkonfirmasi karena pejabat yang memegang datanya sedang menjalani pendidikan.

"Ini Kabagnya sedang pendidikan di LAN 2,5 bulan," ujar Indra.

Pengacara Irwan Hermawan, Maqdir Ismail membawa uang senilai Rp27 M di Kejaksaan Agung, Kamis (13/7/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Duit Rp27 M kepada Menpora Dito Ariotedjo

Selain Nistra, Irwan cs sempat meminta bantuan beberapa orang non pemerintahan dan lembaga negara. Pertama, seseorang yang mengaku pengacara dan mendatangi Anang serta mengancam akan membongkar proyek BTS 4G. Orang yang diklaim bernama Edward Hutahaean ini kemudian meminta bayaran Rp15 miliar untuk membantu mencegah dan menutup kasus tersebut. 

Karena tanpa kabar, Irwan melalui Windi dan Resi juga sempat memberikan uang sebesar Rp60 miliar dalam dua kali transaksi kepada seseorang bernama Wawan. Akan tetapi, tak ada penjelasan lebih detil dengan sosok ini.

Irwan justru langsung mengatakan akhirnya memilih meminta bantuan orang yang diduga memiliki pengaruh dan jaringan. Sosok ini kemudian dikenal sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.

"Untuk nutup [kasus BTS 4G] juga?" tanya Fahzal.

"Sebanyak Rp27 miliar," kata Irwan. "Pada saat itu saya tidak menyerahkan langsung. Saya titip lewat teman namanya Resi dan pak Windi."

"Titip untuk siapa?" tambah Fahzal.

"Dito," kata Irwan.

"Dito siapa? Dito itu bermacam-macam," ujar Fahzal.

"Belakangan saya mengetahui Dito Ariotedjo," kata Irwan. 

Irwan mengatakan, suap kepada Dito berawal ketika pengusaha Windu Aji Sutanto merasa gagal membantu menutup pengusutan BTS 4G. Eks relawan Presiden Jokowi tersebut kemudian memperkenalkan Irwan cs dengan sosok bernama Haji Oni.

"Besoknya, [Haji Oni] menitipkan pesan kepada Dito yang berkontak dengan Resi, bahwa untuk berikutnya [Galumbang Menak Simanjuntak, Dirut PT Mora Telematika Indonesia] langsung saja berkomunikasi dengan Haji Oni," kata Irwan.

"Pada akhirnya yang bertemu Dito dan Haji Oni adalah pak Galumbang dan Resi, tapi harus mengajak pak Anang."

Irwan pun mengatakan yakin sosok yang menerima uang tersebut adalah Menpora Dito Ariotedjo karena bertemu langsung di rumahnya, Jalan Denpasar, Jakarta Selatan.

"Iya [Sempat bertemu dan bersalaman dengan Dito]," kata Irwan. "Tidak [tidak sempat berkomunikasi".

"Apakah Dito yang dimaksud itu Menpora yang sekarang?" tanya hakim anggota.

"Iya benar [Dito Ariotedjo]," ujar Irwan.

Bloomberg Technoz juga sudah mencoba menghubungi Menteri Dito yang dalam beberapa hari terakhir tengah mendampingi para atlet di perhelatan Asian Games Hangshou, China. Akan tetapi, Dito sudah pernah membantah menerima uang duit korupsi BTS 4G saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Agung.

"Saya dari awal ingin sekali secepatnya klarifikasi agar ini tidak berlarut-larut," kata Dito, Senin (3/7/2023).

Menpora Dito Ariotedjo memberikan keterangan pers di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (01/08/2023). (Foto: Humas Setakb/Agung)

Uang Tutup Kasus Rp40 M ke BPK

Sebelum menempuh seluruh suap tersebut, para tersangka kasus korupsi BTS 4G pernah berupaya mencegah pemeriksaan proyek senilai hampir Rp11 triliun tersebut dengan menyuap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Windi mengatakan, mendapat nomor dari Anang atas nama Sadikin yang disebut sebagai orang yang mewakili pejabat BPK.

"Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," kata Windi.

"Berapa?" tanya Fahzal.

"Rp40 miliar, Yang Mulia. Itu saya tanya ke pak Anang uang ini untuk siapa. Kata dia untuk BPK," ujar Windi. "Badan Pemeriksa Keuangan"

"Bagaimana cara kirim uangnya?" tanya hakim lagi

"Saya serahkan langsung. Antar langsung," kata Windi.

"Di mana ketemu sama Sadikin itu?" tanya Fahzal.

"Ketemu di Hotel Grand Hyatt," kata Windi. "Di Parkirannya, Yang Mulia."

"Di dalam koper. Yang pecahan dolar Amerika dan Singapura. Nilainya Rp40 miliar, Yang Mulia," tambah Windi.

(frg)

No more pages