Logo Bloomberg Technoz

Penyerapan dilakukan baik dari para petani maupun pengadaan luar negeri atau impor untuk kebutuhan pengamanan cadangan pangan pemerintah (CPP) atau intervensi pasar untuk menekan harga.

Khusus penyerapan yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mengisi CPP, beban bunga pinjaman dibebankan ke pemerintah; termasuk biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

Contohnya adalah pinjaman senilai Rp7 triliun yang belum lama ini didapatkan Bulog dari Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk penugasan penyerapan beras dari petani tahun ini. 

Jumlah tersebut sudah termasuk alokasi impor sebanyak 500.000 ton untuk keperluan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

"Selain itu, ada juga pendanaan dari lembaga yang mendapatkan dana tersebut dari APBN [anggaran pendapatan dan belanja negara] atau kuasa pengguna anggaran yang prosesnya melalui audit," ujarnya.

Pengecekan beras impor dalam rangka menjamin stabilitas harga (Dok Bulog)

Tumpang Tindih

Terkait dengan risiko tumpang tindih tugas, pokok, dan fungsi Bulog dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Iqbal menyebut penugasan penyerapan komoditas pangan Bapanas merupakan kuasa pengguna anggaran. 

Bapanas lah yang nantinya menunjuk operator untuk menjalankan penyerapan, termasuk di antaranya adalah Bulog dan BUMN pangan lainnya.

"Bulog yang menagihkan ke Bapanas. Bapanas bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran dan Bulog sebagai operator yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran itu. Jadi, tidak ada saling tumpang tindih" ujarnya.

Penugasan BUMN pangan untuk membantu pemerintah menyelesaikan masalah pangan merupakan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Penugasan itu merupakan mandat dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 125/2023 tentang Penyelenggaraan CPP.

Dalam beleid tersebut terdapat 11 komoditas yang ditetapkan sebagai cadangan pangan pemerintah. Komoditas tersebut meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan.

Inflasi harga pangan di tingkat global. (Dok. Bloomberg)

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut BUMN pangan membutuhkan fasilitas pendanaan khusus untuk menjalankan perannya membantu pemerintah menguasai cadangan pangan di Tanah Air.

Menurut Erick, pendanaan tersebut dibutuhkan untuk operasional Bulog dan PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI (Persero). 

Keduanya merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam menguasai cadangan pangan nasional. Bulog diketahui mendapat tugas sebagai stabilisator dan RNI sebagai penyerap atau offtaker.

"Kalau kita mau punya stok pangan secara menyeluruh itu kurang lebih Bulog sebagai stabilisator perlu uang Rp20 triliun—Rp24 triliun dan RNI perlu Rp16 triliun sebagai offtaker," kata Erick dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Selasa (13/02/2023).

Kebutuhan Bulog dan RNI yang terbilang besar untuk menjalankan perannya membuat keduanya tidak mungkin lagi mengandalkan pendanaan dari bank komersil. Oleh karena itu, kata Erick, perlu pembiayaan berbunga rendah untuk kedua perusahaan tersebut.

"Kita minta support pendanaan murah sebagai offtaker. Tidak mungkin kita ditugaskan sebagai offtaker, tetapi menggunakan [pendanaan dari] bank komersial. Sangat tidak mungkin,” tegasnya. 

(wdh)

No more pages