Sejak awal pandemi pada 2020, Korea Utara hampir tidak melakukan perjalanan udara internasional. Kedatangan dua penerbangan dalam waktu kurang dari dua bulan menyoroti kerja sama antara kedua negara ini, yang semakin erat ketika Amerika Serikat dan sekutunya berupaya mengisolasi mereka dengan sanksi internasional.
"Sepertinya Rusia telah menemukan kembali nilai strategis Korea Utara di tengah dukungan Korea Utara dalam perang dan pembentukan aliansi trilateral Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang," kata Jeh Sung-Hoon, kepala Departemen Studi Rusia di Universitas Luar Negeri Hankuk.
"Karena kepentingan kedua negara selaras, kerja sama antara Korea Utara dan Rusia seharusnya bergerak dengan cepat," ujar Jeh.
Kim menghabiskan sekitar sepekan di Rusia bulan ini, di mana ia mengadakan pertemuan dengan Vladimir Putin di pusat antariksa Vostochny Cosmodrome. Dia menerima janji dari presiden untuk bantuan dalam membangun satelit dan menembakannya dengan roket Rusia.
AS selama beberapa bulan telah menuduh Kim memberikan senjata dan amunisi untuk membantu perang Putin di Ukraina. Juru bicara Pentagon mengatakan bahwa itu merupakan tanda Kremlin putus asa sehingga meminta bantuan kepada Korea Utara.
AS mengatakan meskipun senjata seperti peluru artileri dan roket akan membantu Rusia, kemungkinan besar tidak akan mengubah medan perang. Penjualan tersebut juga dapat memberikan Korea Utara aliran pendapatan baru bagi negara dengan ekonomi yang terisolasi dari sebagian besar perdagangan dunia.
Selama kunjungannya ke Rusia, Kim mengunjungi fasilitas militer termasuk pabrik yang memproduksi pesawat tempur.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa kunjungan tersebut menyoroti jalan "dua arah yang semakin berbahaya" antara Rusia dan Korea Utara. Dalam pidato di Washington, ia mengatakan "Rusia yang putus asa mencari peralatan, pasokan, dan teknologi untuk agresinya terhadap Ukraina, tetapi juga Korea Utara yang mencari bantuan untuk memperkuat dan memajukan program rudalnya sendiri."
Korea Utara mungkin sedang mempertimbangkan transfer teknologi bahan-bahan yang dapat digunakan secara ganda, yang dapat dikirimkan dengan dalih membantu program antariksa dan nuklir sipilnya sesuai dengan norma-norma internasional. Tetapi barang-barang tersebut juga dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan Korea Utara dalam membangun rudal dan bom nuklir, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Kunjungan tingkat tinggi berikutnya antara kedua negara diperkirakan akan terjadi pada bulan Oktober, ketika Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dijadwalkan akan mengunjungi Pyongyang.
Tidak ada kunjungan utusan resmi sejak awal tahun 2020 ketika Korea Utara menutup perbatasannya akibat pandemi hingga bulan Juli. Saat itu adalah ketika sebuah delegasi yang dipimpin oleh Shoigu dan delegasi lainnya dari China yang dipimpin oleh Li Hongzhong, yang duduk di Politbiro Partai Komunis China, melakukan perjalanan ke Korea Utara untuk menghadiri perayaan yang menandari peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Korea 1950-1953.
"Sampai sejauh mana Rusia bersedia menghindari resolusi Dewan Keamanan PBB adalah pertanyaan besar lainnya," kata Jaewoo Shin, seorang analis di Open Nuclear Network.
"Kedekata Rusia dan Korea Utara tentang kesiapan mereka memperkuat hubungan militer, khususnya, tampaknya menunjukkan bahwa ada lebih banyak yang akan datang dalam waktu dekat, dan tidak semuanya akan terjadi secara tertutup," katanya.
--Dengan bantuan dari Sangmi Cha dan James Herron.
(bbn)