"Upaya ini dapat menjadi insrumen transisi dalam mereformasi kebijakan subsidi energi nasional," tutur Abra.
Indef melakukan simulasi dengan menggunakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) $ 90 dolar per barel dan nilai tukar rupiah Rp 14,800 per dolar sesuai dengan asumsi APBN 2023.
Dengan asumsi ICP dan kurs rupiah tersebut, jika terjadi lonjakan kuota solar dan pertalite seperti 2022, maka berisiko menambah subsidi dan kompensasi sebesar Rp 51, 9 triliun sehingga berpotensi menyebabkan defisit APBN melebihi 3% terhadap PDB.
Sementara dalam skenario terburuk pada saat ICP menyentuh $100 per barel dan nilai tukar rupiah mencapai Rp 15,000 maka berpotensi mengakibatkan kenaikan tambahan subsidi dan kompensasi BBM dan LPG sebesar Rp 62,1 triliun.
Dengan kondisi tersebut, defisit APBN 2023 berpotensi melampaui batas 3% terhadap PDB yaitu 3,13%.
(evs)