TikTok di Indonesia padahal akan menjadi contoh ekspansi globalnya untuk pasar mulai dari Amerika Serikat hingga Eropa. Kini TikTok harus berhadapan aturan ketat dari pemerintah Indonesia, jauh dibandingkan di China sendiri.
“Kita tidak boleh terlambat dalam mengatur ekonomi digital. Jika kita terlambat, maka UKM kita akan hilang, perusahaan-perusahaan e-commerce lokal akan hilang, dan konsumen yang akan menanggung kerugiannya,” kata Teten kepada komisi parlemen pada 8 September.
Induk Shopee, Sea, mendapat keuntungan. Harga pasar Sea naik lebih dari US$3 miliar sejak peraturan tersebut pertama kali dirilis minggu ini, dengan harapan akan mendapatkan pembeli. Pesaing lainnya, GoTo—yang menaungi unit bisnis Tokopedia, tidak banyak berubah.
Namun, aturan yang keluar —dan ternyata jauh lebih ketat dari prediksi awal oleh pelaku industri—berpeluang membuat industri belanja online mandek dan berpotensi jadi preseden buruk untuk banyak perusahaan dan para investor asing.
Aturan pembatasan fitur berbelanja di social commerce, otomatis tertuju pada TikTok, sebagai satu-satunya perusahaan media sosial yang melakukan hal tersebut. TikTok mengandalkan produk kosmetik, pakaian dan barang-barang elektronik, sebagai motor pertumbuhan di TikTokShop sejak diluncurkan dua tahun lalu.
TikTok dapat beriklan ke lebih dari 100 juta pengguna di Indonesia, tetapi kini perusahaan sekarang harus membuka aplikasi atau situs lain untuk membeli. Perusahaan perlu membuat aplikasi terpisah - yang berpotensi mengurangi daya tarik platform - atau berisiko membuat bisnis di Indonesia bahkan tutup sepenuhnya.
Mereka yang diuntungkan termasuk GoTo, dimana Tokopedia adalah penghasil pendapatan utama, atau Sea, lewat Shopee-nya, atau Lazada, anak usaha Alibaba Group Holding Ltd.
“Perkembangan ini memiliki efek yang mengerikan terhadap prospek pertumbuhan jangka panjang pasar e-commerce. TikTok Shop membawa inovasi yang nyata ke pasar e-commerce Indonesia,” Simon Torring, co-founder perusahaan riset e-commerce Cube Asia, memperingatkan.
Peraturan-peraturan baru ini juga berisiko mengasingkan para investor, yang telah mengkritik Indonesia karena tindakan proteksionis di industri seperti sumber daya mineral.
Aturan yang rilis mengatur secara lebih luas daripada yang dikomunikasikan beberapa bulan sebelumnya. Meskipun pemerintah melibatkan para pemain industri pada bulan Januari, mereka tidak memberi tahu TikTok karena sedang menggodok drafnya, kata orang-orang yang mengetahui masalah ini.
TikTok telah menolak. Perusahaan berharap pemerintah mempertimbangkan dampak revisi aturan yang sebelumnya merupakan Permendag 50 tersebut. Memisahkan bisnis media sosial dan perdagangan online (e-commerce) merupakan bentuk hambatan inovasi, kata perusahaan.
TikTok mengatakan bahwa kebijakan penyatuan model bisnis digital justru menguntungkan pengembangan bisnis dari para pelaku usaha lokal. Perusahaan mengatakan bahwa beberapa orang bergantung pada platformnya untuk mencari uang dan bahwa semua penjualnya adalah orang Indonesia atau memiliki entitas lokal.
Rofi Uddarojat, eksekutif TikTok terkait kebijakan publik dan hubungan pemerintah, memohon kepada para pejabat di Indonesia dalam sebuah pertemuan industri pada Senin. TikTok menginginkan agar mereka dapat berkontribusi pada e-commerce lokal, menurut sumber yang mengetahui hal ini.
Pada saat yang sama, Jokowi mengadakan rapat kabinet untuk membahas pembatasan tersebut. Eksekutif Tiktok masih berusaha untuk mengadakan pertemuan dengan presiden pada Selasa, namun ditolak, menurut sumber tersebut.
“Jangan tertipu," tulis Teten di akun Instagram-nya. Tidak sulit: cukup klik tautan, checkout, selesai,” kata Teten.
“Penjualan bisa diarahkan ke WhatsApp, toko online, landing page, atau ke mana saja yang diinginkan penjual. Pilihannya menjadi semakin banyak.”
Pembatasan ini membuka babak baru atas perbedaan pandangan antara TikTok dengan para regulator. TikTok sebelumnya sudah menghadapi kemungkinan pengawasan di AS, Eropa, dan India terkait masalah keamanan nasional.
Secara khusus, pembatasan di Indonesia menggarisbawahi bagaimana mengejar dominasi e-commerce penuh dengan tantangan.
Menghadapi konflik ini akan menjadi sangat penting bagi TikTok karena pemerintah negara lain akan menilai apakah platform ini merugikan atau membantu para pelaku usaha, khususnya pedagang di dalam negeri.
“Peraturan Indonesia dapat ditiru oleh negara-negara lain di kawasan ini mengingat peningkatan pesat TikTok di e-commerce regional,” kata Adrian Akhlas, analis senior BowerGroupAsia di Jakarta.
“Indonesia tidak akan menjadi satu-satunya area ekspansi [bagi TikTok.”
Populasi muda Indonesia yang adaptif pada seluler telah menggunakan layanan belanja dalam aplikasi TikTok sejak diluncurkan tahun 2021. Indonesia menjadi kontributor terbesar untuk mencapai total belanja barang (gross merchandise value/GMV) sebesar US$20 miliar pada akhir 2023.
Pengguna TikTok menghabiskan lebih dari 100 menit di aplikasi setiap hari di Indonesia. Sama seperti pengguna di AS.
Pertentangannya dengan pemerintah menandai perubahan dibandingkan beberapa bulan yang lalu, saat Chief Executive Officer TikTok Shou Zi Chew mengunjungi Jakarta dan berjanji untuk menginvestasikan miliaran dolar di Asia Tenggara dalam tiga sampai lima tahun ke depan. Tepatnya pada bulan Juni, Chew berbincang dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, pemimpin regulator terkait adangan social commerce, dengan mengenakan kemeja batik lengan panjang. Chew menyempatkan mengunjungi toko-toko perlengkapan ibu dan anak, yang memiliki akun TikTok.
Namun, pemerintah mengambil sikap lebih keras di periode jelang pemilihan umum. Indonesia mengatakan bahwa ingin melindungi 64,2 juta pelaku UMKM yang menyumbang 61% dari produk domestik bruto (PDB) — dan membentuk kelompok pemilih utama dalam pemilihan legislatif dan presiden pada bulan Februari.
Membiarkan TikTok berkembang juga dapat mengundang produk-produk asal Cina yang lebih murah, kata para pejabat.
Perwakilan TikTok pernah mencoba menggelar pertemuan bulan Juli dengan menteri Teten. Namun bulan ini, Teten kemudian mengarahkan sasaran baru, yaitu lembaga pengawas persaingan usaha di Indonesia (Komisi Pengawas Persaingan Usaha/KPPU) karena tidak mengambil sikap yang lebih tegas.
Dalam beberapa tahun terakhir, Shopee dan Lazada telah meraih pelanggan dari perusahaan e-commerce domestik seperti Tokopedia milik GoTo, PT Bukalapak.com, dan Blibli milik PT Global Digital Niaga.
Pemerintah khawatir para pesaing lokal juga akan terpinggirkan di pasar dagang-el yang ditaksir bernilai US$1,6 triliun pada tahun 2045.
Para pesaing TikTok juga telah melobi lewat peraturan untuk mengekang pengaruh pendatang baru ini, menurut orang-orang yang mengetahui masalah ini. TikTok yang jor-joran menghabiskan dana untuk bertumbuh dan merebut pasar, terbukti memusingkan para pemain e-commerce lama. Pemain tradisional di antaranya juga telah memulai upaya pemangkasan biaya.
Bagi TikTok, tantangannya adalah menemukan struktur yang dapat menenangkan regulator yang sekaligus memungkinkan perusahaan tetap berkembang.
“Melarang TikTok Shop secara operasional bisa sangat berantakan. Terlepas dari bagaimana pelarangan ini berlanjut atau berkembang, kunjungan konsumen TikTok yang sangat besar akan terus dipanen untuk e-commerce, melalui TikTok Shop atau cara lainnya,” kata Jianggan Li, founder konsultan Momentum Works yang berbasis di Singapura.
(bbn)