Logo Bloomberg Technoz

Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Kemendag lantas menetapkan kebijakan tersebut di gerai-gerai ritel modern untuk seluruh jenis minyak goreng.

"Seharusnya pembayaran diselesaikan paling lambat enam bulan setelah tanggal itu [berakhirnya kebijakan]. Namun, karena [tenggat] sudah habis, dikatakan [pemerintah beralasan] tidak ada landasan regulasi untuk membayarnya. Kami kaget sekaget-kagetnya dan bingung sebingung-bingungnya," kata Roy dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (14/02/2023).

Ilustrasi minyak goreng (Dimas Ardian/Bloomberg)

Kabar mengenai tidak adanya landasan hukum itu diketahui setelah Aprindo melakukan audiensi dengan Kementerian Perdagangan. Asosiasi juga sudah berbicara dengan BPDPKS. 

Dana yang digunakan untuk membayar selisih harga keekonomian dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah berasal dari pungutan ekspor yang ditarik oleh BPDPKS.

BPDPKS mengeklaim sebenarnya sudah menyiapkan dana untuk membayar selisih tersebut. Namun, mereka masih menunggu verifikasi lembaga survei dan rekomendasi Kemendag untuk melakukan pencairan dana.

"Katanya pemerintah sudah menunjuk Sucofindo [PT Superintending Company of Indonesia] untuk verifikasi. Lalu, pada November [2022] kami dapat kabar dari Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag sudah tidak di Sucofindo tapi di BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan]," ungkapnya. 

Tentu saja, Aprindo bingung dengan kabar itu lantaran fungsi dan tugas BPKP tidak terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Kebingungan mereka makin menjadi pada Januari 2023 karena tanggung jawab dilimpahkan dari BPKP ke Kejaksaan Agung.

"Januari 2023 sudah tidak di BPKP, tetapi sudah di Jampidum [Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum] Kejaksaan Agung," ujarnya.

Aprindo menyesalkan sikap pemerintah yang seolah-olah lari dari tanggung jawabnya kepada pelaku usaha ritel modern yang secara tidak langsung sudah berkorban. 

Hal tersebut, mennurut Roy, memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan para investor yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, khususnya di sektor usaha ritel modern.

"Kami mendukung usaha pemerintah untuk menstabilkan pasokan dan harga pangan. Kebijakan yang dikeluarkan secara mendadak itu kami jalankan. Kami tanggung terlebih dahulu selisih harganya. Namun, sudah dari lewat [tenggat pembayaran], tidak kunjung ada kabarnya, sampai Februari [2023] ini," tegasnya.

Tren penurunan harga CPO. (Dok. Bloomberg)

Pada awal tahun lalu, pemerintah menempuh berbagai kebijakan untuk mengendalikan harga minyak goreng yang berimbas multisektor. Pemerintah sejatinya sudah menggelontorkan aneka kebijakan untuk meredam amuk harga minyak goreng sejak akhir 2021. 

Mulai dari operasi pasar, subsisi menggunakan dana BPDPKS, hingga kebijakan satu harga minyak goreng. 

Setelahnya, pemerintah juga menetapkan larangan terbatas (lartas) ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), produk refined, bleached, and deodorized (RBD) palm olein, dan minyak jelantah mulai 24 Januari 2022.

Tidak berselang lama, kebijakan wajib pemenuhan kebutuhan domestik atau domestic market obligation (DMO) dengan harga khusus atau domestic price obligation (DPO) bagi industri kelapa sawit diberlakukan sejak 27 Januari 2022.

Tidak berhenti sampai di situ, pemerintah menetapkan 3 harga eceran tertinggi (HET) sekaligus untuk minyak goreng yang berlaku efektif mulai 1 Februari 2022. 

Harga minyak goreng curah bakal dibanderol Rp11.500/liter, kemasan sederhana Rp13.500/liter, dan kemasan premium Rp14.000/liter.

Rangkaian kebijakan yang sejatinya hanya menyasar harga minyak goreng itu justru berimbas sistemik, hingga ke luar negeri.

Di level internasional, kebijakan pengendalian harga minyak goreng Indonesia tercatat telah mengerek harga CPO global pada kuartal I tahun lalu.

Dewan Minyak Sawit Malaysia atau Malaysian Palm Oil Council (MPOC) dalam laporan pada 28 Januari 2022 menyebutkan harga kontrak berjangka CPO untuk pengiriman Februari 2022 bahkan menyentuh  5.803 ringgit per ton, tertinggi sepanjang masa, akibat kebijakan yang ditempuh Pemerintah Indonesia.

(wdh)

No more pages