Logo Bloomberg Technoz

Soal insentif agar pengusaha lebih aktif berpartisipasi dalam bursa karbon, Shinta menilai agar tidak hanya dilihat hanya dari satu sisi yakni penawarannya saja. Namun, harus bisa melihat sektor lain yang dapat memberikan kesempatan agar Indonesia mendapatkan peluang dari perdagangan karbon.

“Kita tidak bisa lihat dari satu sisi yakni pembiayaan, teknologi, tetapi aturan menjadi penting agar bisa di-unlock potensi ekonomi karbon ini,” tambahnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menjelaskan hal-hal yang perlu dikerjakan Indonesia, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.

Luhut sendiri menjadi ketua Komite Pengarah dalam Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon tersebut.

"Pertama telah ditetapkan peraturan tentang tata kerja komrah, tata laksana pelaksanaan NEK dan tata cara NEK dan subsektor ketenagalistrikan dan tata cara perdagangan karbon, sektor kehutanan dan peraturan OJK tentang bursa karbon," ujarnya.

Luhut mengatakan, masih terdapat sejumlah pekerjaan lain yang mesti diselesaikan. Di antaranya, penyelesaian peta jalan atau roadmap perdagangan karbon dan pajak karbon.

"Kami ingin segera tuntaskan ini, sesuai dengan hasil ratas [rapat terbatas] beberapa waktu lalu."

Hal lain yang perlu dituntaskan, lanjut Luhut, yakni sejumlah peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang nationally determined contribution (NDC), Peraturan Karbon Luar Negeri, dan Peraturan Pajak Karbon.

"Ini kami juga ingin kawal supaya jangan lari dari hasil keputusan ratas lalu,"

Selanjutnya, yakni melakukan penyempurnaan sistem pencatatan nasional melalui Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN PPI) agar transparansi penyelenggaraan bursa karbon dapat berjalan secara optimal.

(mfd/wdh)

No more pages