Logo Bloomberg Technoz

Tekanan bukan hanya terjadi di pasar surat utang Indonesia saja, para pemodal global juga terus melepas US Treasury, surat utang AS, meski pada siang ini terlihat tekanan mulai mereda dengan penurunan yield 10 tahun 1,8 bps ke 4,51%. Posisi itu masih menjadi yang tertinggi sejak 2007.

Tekanan juga datang dari sinyal lanjutan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menegaskan lagi kebutuhan akan menaikkan suku bunga acuan sekali lagi di sisa tahun ini akan membuat rupiah makin melemah, di tengah makin kuatnya indeks dolar AS yang menyentuh level tertinggi sejak November 2022.

Pernyataan pejabat Federal Reserve Michelle Bowman yang menyebut, Bank Sentral paling berpengaruh di dunia itu masih perlu melakukan kerja keras untuk mengendalikan inflasi. 

Senada, seperti yang diwartakan Bloomberg News, pejabat Federal Reserve Bank of Minneapolis Neel Kashkari menyatakan, Bank Sentral memperkirakan masih membutuhkan kenaikan suku bunga acuan satu kali lagi tahun ini dan mempertahankan kebijakan pengetatan moneter dalam waktu yang lama, sejurus dengan perekonomian AS yang lebih tangguh daripada perkiraan semula.

“Ke depan, investors akan sibuk mencerna rilis data ekonomi AS dan komentar pejabat tinggi Bank Sentral AS (Federal Reserve) sepanjang minggu ini untuk mencari kejelasan mengenai jalur pergerakan suku bunga acuan,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Kekhawatiran ini membawa sentimen negatif kepada nilai tukar rupiah, yang juga memberikan tekanan kepada emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pergerakan Saham SMRA Rabu (27/9/2023) (Bloomberg)

Khususnya kepada emiten yang memiliki utang dalam berdenominasi dolar AS antara lain saham-saham yang bergerak di sektor properti, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Modernland Realty Tbk (MDLN), dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). Maka, nilai utang Perseroan akan meningkat seiring dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Selanjutnya sektor yang dirugikan atas terkontraksinya nilai tukar rupiah adalah sektor farmasi. Seperti diketahui, perusahaan membeli bahan baku dengan harga yang lebih mahal dan terlebih-lagi menjadikan biaya atas sejumlah barang impor dapat terus meningkat.

Emiten-emiten yang bergerak di sektor industri farmasi diantaranya PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Phapros Tbk (PEHA) dan PT Hetzer Medical Indonesia Tbk (MEDS).

Jika mencermati pergerakan indeks sektoral, sektor kesehatan tercatat terkoreksi paling dalam mencapai 0,45% pada penutupan perdagangan sesi I siang hari.

Pergerakan Saham KLBF Rabu (27/9/2023) (Bloomberg)

Secara pergerakan harga sahamnya, saham KAEF terkoreksi dengan turun 0,61% ke posisi Rp815/saham. Saham KLBF melemah 1,39% ke posisi Rp1.780/saham, begitu juga dengan harga saham PEHA yang drop mencapai 2,29% ke posisi Rp640/saham, dan saham MEDS minus 3,08% ke posisi Rp63/saham.

Sama halnya dengan pergerakan harga saham-saham properti, misalnya saham PWON yang tertekan 0,46% ke posisi Rp434/saham, dan juga saham SMRA juga melemah 0,86% ke posisi Rp575/saham siang ini.

Sementara itu saham MDLN dan saham APLN stagnan dan flat menetap pada harga yang sama seperti hari sebelumnya dengan masing-masing Rp81/saham, dan 143/saham. Hal ini mengindikasikan pelaku pasar cenderung wait and see terhadap emiten-emiten yang memiliki utang dalam berdenominasi dolar AS.

(fad/aji)

No more pages