Sebanyak 284 kabupaten/kota di Indonesia mencatat kenaikan harga beras, lebih banyak dibanding pekan sebelumnya yang baru sebanyak 263 kabupaten/kota.
Pasokan dalam negeri yang semakin sedikit di tengah tingkat konsumsi yang cenderung meningkat, berlangsung di tengah masih ketatnya pasokan beras global dengan India yang masih membatasi ekspor beras.
"Hal-hal tersebut di atas berpotensi mendorong naik harga beras domestik lebih lanjut. Perkiraan kami harga beras September akan mencatat kenaikan 17% year-on-year di mana itu akan menyumbang inflasi September sebesar 0,57%," kata Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas, dalam catatan, Rabu (26/9/2023).
Dunia 'Trauma' dengan 2008
Kenaikan harga beras yang menjadi dampak langsung dari fenomena iklim El Nino, menghangatkan lagi ingatan dan kekhawatiran publik terhadap krisis harga beras 2008 silam.
Sekira 15 tahun silam, Asia terperosok dalam krisis harga pangan yang dalam di mana kenaikan harga beras di beberapa negara terjadi dengan cepat dan menyebar ke pasar lain, menyusul langkah konsumen dan pemerintah di seluruh kawasan yang berupaya mengamankan pasokan. Lonjakan harga beras kala itu langsung merembet juga ke harga pangan lain seperti gandum dan lain-lain.
"Ingatan menakutkan terhadap harga pangan di Asia pada 2008 masih sangat mendalam," kata ekonom HSBC Holdings yang dipimpin oleh Frederic Neumann dalam catatan yang dirilis beberapa waktu lalu.
Impor beras global telah melesat dua kali lipat dalam 25 tahun terakhir, dan telah meningkat 4% sejak krisis harga beras 2008 pecah. "Hal ini menunjukkan bahwa disrupsi atau gangguan di satu perekonomian bisa membawa dampak rambatan lebih banyak dibanding waktu yang lalu," katanya.
Hujan yang tak menentu dan kekeringan di banyak belahan dunia telah menghambat panen, mengurangi pasokan dan menaikkan biaya. Salah satu eksportir beras yaitu India telah melakukan pembatasan penjualan untuk menjaga pergerakan harga beras lokal, dan itu semakin memperketat pasokan beras di level global.
Hantu Inflasi
Kenaikan harga beras sebagai buntut dari El Nino yang terlihat saat ini kemungkinan belum akan mereda dan menjadi beban berat bagi upaya pengendalian inflasi di Indonesia.
Ekonom memperkirakan, inflasi domestik pada pertengahan tahun depan bisa merangkak naik di kisaran 3%-3,5%, jauh melampaui asumsi makro APBN 2024 yang diketok di angka 2,8%.
Fenomena El Nino menjadi tantangan bagi pemerintah untuk jaga inflasi agar terkendali di kisaran rendah di tengah ancaman stok pangan yang bisa memicu lonjakan harga lebih tinggi, sebagaimana yang mulai terlihat saat ini untuk komoditas beras.
Berdasarkan kajian ekonom, inflasi pangan akan meningkat pada 6-9 bulan setelah puncak El Nino. Puncak El Nino oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) diprediksi terjadi bulan Agustus-September tahun ini. Artinya, Indonesia mesti bersiap menghadapi dampak terhadap inflasi pangan enam bulan dari sekarang.
“Puncak El Nino, ada kecenderungan ataupun tren inflasi pangan juga akan meningkat biasanya 6-9 bulan dari puncak El Nino itu terjadi. Ini kami melakukan pengamatan untuk beberapa komoditas pangan seperti beras, gandung, mie, gula, kopi, dan minyak kelapa sawit,” ujar Josua.
Untuk komoditas beras, misalnya, biasanya ada lag time atau jeda waktu di mana perkiraannya puncak inflasi beras bakal meningkat 6-9 bulan ke depan. "Kemungkinan besar kita bisa melihat akan ada tren peningkatan inflasi di pertengahan tahun depan karena ada lag time untuk penyesuaian waktu dari puncak El Nino kepada inflasi pangan itu sendiri,” jelas Josua.
Ekonom menilai, pemerintah perlu memastikan pasokan dan stok pangan memadai agar bisa mengimbangi risiko lonjakan harga. Terutama untuk komoditas beras yang sejauh ini menjadi pangan utama masyarakat Indonesia.
-- dengan bantuan Dovana Hasiana.
(rui/aji)