Saat ini revisi Perpres No. 191/2014 sudah diserahkan oleh Kementerian ESDM ke Kementerian Sekretariat Negara untuk ditindaklanjuti.
Dua opsi
Lebih lanjut, Abdul menyebut telah menyiapkan dua opsi waktu pemberlakuan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi. Penentuan waktu tersebut menurutnya akan berpengaruh kepada volume konsumsi maupun beban anggaran subsidi BBM.
Opsi pertama yang ditawarkan adalah 1 Maret 2023 atau sebelum Ramadan dan Idulfitri. Kedua adalah 1 Mei 2023 atau sesudah Idulfitri.
Apabila diterapkan mulai 1 Maret 2023, pemerintah bisa menghemat hingga 1,7 juta kiloliter untuk Bio Solar atau Jenis BBM Tertentu (JBT). Kemudian untuk Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau Pertalite pemerintah bisa berhemat hingga 8,2 juta kiloliter.
Jika pemberlakuan pembatasan BBM baru akan dimulai pada 1 Mei 2023, pemerintah hanya bisa menghemat 1,3 juta kiloliter untuk Bio Solar dan 6,6 juta kiloliter untuk Pertalite.
"Untuk angka anggarannya itu fluktuatif tergantung pada harga minyak terakhir. Angka kasarnya Rp18,8-23,5 triliun untuk Pertalite dan Rp6-7 triliun untuk Bio Solar. Acuannya kurs US$1 sama dengan Rp14.800," ungkap Abdul.
Abdul menambahkan terdapat sejumlah usulan ketentuan penyaluran BBM bersubsidi dalam pengajuan revisi Perpres No. 191/2014, termasuk penghentian subsidi untuk bahan bakar kereta api yang mengangkut batu bara untuk keperluan domestik.
Ada pula usulan subsidi hanya untuk sepeda motor di bawah 150 cc dan mobil pelat hitam maksimal 1.400 cc.
Berbagai pakar telah menekankan agar aturan pemberlakuan kebijakan pembatasan pembelian segera tuntas untuk mengatasi kekhawatiran akan kelangkaan Pertalite dan Solar, mengingat pasokan BBM bersubsidi di Indonesia makin menipis di tengah lonjakan konsumsi.
Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga sudah menerapkan teknologi digital untuk membatasi penjualan Pertalite, BBM bersubsidi RON-90, serta Solar, untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi.
Dengan mendaftarkan kendaraan pelanggan melalui aplikasi ponsel pintar, Pertamina bertujuan untuk mencegah masyarakat yang tidak berhak membeli BBM bersubsidi.
Namun, perseroan harus menunggu pengesahan revisi Perpres No. 191/2014 yang mengatur distribusi, penetapan harga eceran, dan kriteria kelayakan pembelian BBM bersubsidi.
(rez/wdh)