Rekomendasi IEA adalah membangun kapasitas energi terbarukan hingga 11.000 gigawatt pada tahun 2030, dan meningkatkan investasi global untuk energi bersih menjadi US$4,5 triliun per tahun pada awal 2030-an, dibandingkan posisi saat ini US$1,8 triliun.
Laporan ini muncul di tengah kekhawatiran kurangnya komitmen atas menjaga iklim dan lingkungan di Eropa. Salah satu contoh dengan Inggris memutuskan menunda larangan mobil bermesin pembakaran selama lima tahun hingga 2035.
Uni Eropa menghadapi kekhawatiran yang meningkat atas laju transisi hijaunya, namun sejauh ini telah berhasil meloloskan semua elemen dari kesepakatan hijau yang penting.
Pekan lalu, utusanChina menyatakan untuk menghentikan secara total penggunaan bahan bakar fosil secara total adalah “tidak realistis”. China merupakan negara penghasil emisi terbesar di dunia.
Meski demikian IEA tetap mendukung kemungkinan tercapainya target Perjanjian Paris dalam membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat celsius, dan mengupayakan 1,5 derajat celsius.
IEA berpendapat bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk membantu transisi energi dari bahan bakar fosil, termasuk “upaya koheren” dari pemerintah dan dewan parlemen di seluruh dunia.
Pada tahun 2035, emisi harus turun sebesar 80% di negara maju dan 60% di negara berkembang, dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 2022,” kata laporan tersebut.
“Sebagai bagian dari jalur yang adil untuk mencapai tujuan global emisi nol bersih pada tahun 2050, hampir semua negara perlu memajukan target tanggal nol bersih mereka.”
(bbn/wep)