"Ini kami juga ingin kawal supaya jangan lari dari hasil keputusan ratas lalu,"
Selanjutnya, yakni melakukan penyempurnaan sistem pencatatan nasional melalui Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN PPI) agar transparansi penyelenggaraan bursa karbon dapat berjalan secara optimal.
Potensi Rp3.000 T hingga Poros Bursa Karbon
Pada kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo 'Jokowi' meminta para pemangku kepentingan untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan bursa karbon. "Saya minta, pertama, jadikan standar internasional karbon sebagai rujukan. Manfaatkan teknologi untuk transksaski sehingga efektif dan efisien," ujar Jokowi dalam pidatonya.
Selain itu, kepala negara juga meminta agar para pemangku kepentingan bursa karbon untuk memiliki target, baik itu di pasar dalam negeri maupun di luar negeri. "Harus ada target, timeline, baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri, segera masuk ke sana," imbuhnya.
Ketiga, atur dan fasilitasi pasar karbon sukarela, sesuai dengan praktik di komunitas internasional. "Sesuai praktik di komunitas internasional, dan pastikan standar internasional tidak mengganggu target penurunan emisi karbon Indonesia," tegas Jokowi.
Jika hal-hal tersebut dilakukan, kata Jokowi, dirinya optimistis indonesia bisa jadi poros bursa karbon di dunia. Tentu, ini juga hanya bisa tercapai dengan partisipasi seluruh pemangku kepentingan.
Ambisi Jokowi menjadikan Indonesia sebagai poros bursa karbon juga bukan tanpa alasan. Ini mengingat besarnya potensi di balik bursa tersebut.
Nilai kredit karbon yang bisa dijual bahkan bisa mencapai Rp3.000 triliun. "Nilainya bisa Rp3.000 triliun, atau bahkan lebih," ujar Jokowi.
Nilai itu memperhitungkan besarnya unit karbon yang bisa dijual untuk menjadi kredit karbon. "Dalam catatan saya, ada 1 giga ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap," imbuh Jokowi.
Potensi jumlah unit karbon itu berasal dari banyaknya pengimbang emisi karbon atau carbon offset yang berasal dari alam seperti hutan.
"Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60% pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam," jelas Jokowi.
(ibn/dhf)