Soal hal ini kemudian ditanggapi IAEA.
“Kami menantikan komunikasi resmi dari Arab Saudi mengenai keputusan tersebut,” kata Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi pada Senin malam. “IAEA siap memberikan dukungan."
Sementara itu analis nonproliferasi telah menyuarakan keprihatinan atas rencana nuklir Saudi. Hal ini dianggap rawan karena tidak adanya perlindungan penuh dari IAEA dan komentar Putra Mahkota Mohammed bin Salman alias MBS yang juga sempat disorot mengenai nuklir.
Kekhawatiran Proliferasi
MBS diketahui telah berulang kali memperingatkan bahwa negaranya tidak punya pilihan selain memperkaya bahan nuklirnya sendiri lantaran rivalnya di Teluk Persia yakni Iran diizinkan untuk terus melakukan hal tersebut. Dia memperingatkan bahwa jika Iran mengembangkan bom nuklir, hal yang sama akan dilakukan Arab Saudi.
Sementara itu upaya Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk menghidupkan kembali perundingan yang akan menerapkan kembali batasan ketat pada program nuklir Iran belum mendapatkan dukungan. Kedua belah pihak malah menggunakan jalur informal yang mana hal ini menyebabkan Iran mengurangi pengayaan saat Amerika menutup mata terhadap ekspor minyak Iran.
Langkah Saudi di IAEA disampaikan ketika pemerintahan Biden bekerja sama dengan Pangeran Mohammed bin Salman mengenai kerangka kerja potensial. Hal ini akan bisa membuat Arab Saudi menormalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan jaminan keamanan yang kuat dari AS termasuk langkah-langkah Israel untuk menjaga kemungkinan terbentuknya negara Palestina.
MBS mengatakan, kesepakatan mengenai hubungan formal dengan Israel semakin dekat “setiap hari” namun hal itu dia sebut adalah pernyataan secara pribadi. Di sisi lain Saudi telah meminta persenjataan canggih AS dan menginginkan restu Amerika untuk memperkaya uranium di dalam negeri untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
(bbn)