Menyusul kondisi itu, para investor lalu menarik dana dari dana ekuitas secara global dengan kondisi tercepat sejak bulan Desember, kata ahli strategi Bank of America Corp.
Di tengah hal tersebut, harapan untuk market masih tampak dengan segera terjadinya musim laporan laba yang akan menjadi pertimbangan penting, sebagaimana laporan Bloomberg Intelligence. Namun perusahaan diperkirakan akan mencatat penurunan laba hanya sebesar 1,1% pada kuartal ketiga. Hal ini diikuti oleh kenaikan setidaknya pada tahun depan. Kemudian Federal Reserve pada minggu ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih kuat dibandingkan perkiraan beberapa bulan sebelumnya.
“Musim laporan laba tinggal beberapa minggu lagi tapi kami tidak melihat banyak perusahaan menyesuaikan pendapatan dan sasaran pendapatan mereka memang lebih rendah,” kata pendiri dan kepala investasi di Bokeh Capital Partners Kim Forrest.
“Namun kita tidak tahu kapan resesi akan terjadi, ya bisa saja akan terjadi tetapi perusahaan-perusahaan terbesar di AS tidak memberikan sinyal adanya ancaman dalam waktu segera."
Diketahui bahwa bagi sebagian investor, penurunan harga baru-baru ini menjadi perluang untuk melakukan pembelian. Para pemrediksi disurvei oleh Bloomberg memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi memang akan melambat pada pertengahan tahun depan sebelum kemudian naik.
Tanda-tanda resesi pada pasar juga dianggap terlalu dini untuk disimpulkan.
“Terlalu dini untuk mengatakan pasar saham memberi sinyal resesi,” kata Kepala Strategi Ned Davis Research, Ed Clissold yang perusahaannya memiliki target akhir tahun sebesar 4.500 pada S&P 500 dan memperkirakan kemungkinan bahwa AS akan merosot yang mana akan nuju perlambatan ekonomi pada paruh pertama tahun 2024.
“Jika memang bergerak menuju hal tersebut, sepertinya masih berada pada tahap yang sangat awal. Kita perlu menunggu beberapa minggu lagi untuk melihat ke mana arah momentum akhir tahun."
Penurunan saham-saham perusahaan dengan kapitalisasi kecil juga mungkin menandakan ekspektasi melambatnya pertumbuhan. Perusahaan-perusahaan tersebut, dalam riwayatnya berada di peringkat pertama yang terpuruk sangat tergantung dengan perekonomian dalam negeri dan cenderung memiliki lini bisnis yang kurang terdiversifikasi dibandingkan perusahaan besar lainnya. Kondisi ini yang menjadikan perusahaan-perusahaan tersebut lebih berisiko pada saat perekonomian sedang tak pasti.
Namun faktor yang menyulitkan dalam melihat sinyal saham-saham berkapitalisasi kecil adalah seberapa besar pasar telah meningkat tahun ini sebelum kondisi lemah terjadi. S&P 500 melonjak hampir 20% hingga 31 Juli. Oleh karena itu meskipun indeks turun hampir 6% sejak saat itu, diperkirakan masih ada waktu untuk memperbaiki kondisi pada 2023.
Sementara tantangan lainnya adalah sejarah yang kurang cerah. Dicatat, tiga kali terakhir S&P 500 merosot setidaknya 1% pada bulan Agustus dan September, kemudian kembali pulih pada bulan Oktober, lalu naik 8% pada tahun 2022, 8,3% pada tahun 2015, dan 11% pada tahun 2011, sebagaimana menurut Kepala Strategi Pasar di Carson Group, Ryan Detrick. Sementara pada 1950-an, indeks tersebut telah lebih tinggi pada bulan Oktober dalam sembilan dari 10 kali penurunannya setidaknya 1% pada bulan Agustus dan September.
Selain itu, belanja infrastruktur dan perusahaan-perusahaan AS menggeser kemampuan produksi mereka ke Amerika Utara membantu menciptakan lebih banyak bisnis bagi perusahaan-perusahaan industri. Diketahui pendapatan tersebut tidak terlalu bergantung pada suku bunga, kata Direktur Penelitian di Catherine Manajemen Investasi Avery, Jeff Cianci.
“Valuasi industri dan material yang dibeli tersebut jauh di bawah nilai yang seharusnya diperdagangkan,” kata Cianci. “Pasar memperhitungkan risiko penurunan yang tidak diprediksi sebelumnya.”
(bbn)