Logo Bloomberg Technoz

“Social media lainnya punya fungsi commerce juga. Facebook ada, IG [Instagram] pernah ada sekarang tidak lagi. WhatsApp sekarang ada directory business,” jelas Enda.

Bahkan pemain e-commerce sendiri telah merambah layanan live streaming dan konten, seperti Shopee. “Shopee sebagai e-commerce juga memiliki platform live video dan Gojek bahkan ada fungsi instant messaging,” tegas dia.

Menurut dia dalam praktik pengembangan teknologi, banyak fungsi yang diintegrasikan dalam satu aplikasi karena pengguna akan terlayani. Aplikasi juga menjadi dipakai. 

“Bahkan di China ada beberapa aplikasi[super], Superapp, yang memiliki fungsi banyak, mulai dari chattng, kirim uang, beli tiket sampai delivery makanan,” papar dia.

Diketahui permasalahan social commerce sampai menjadi perhatian Presiden Jokowi. Ia menyampaikan betul perlu ada pengendalian industri e-commerce yang berbasis media sosial.

Seluruh aturan tengah disiapkan, kata Jokowi, oleh Kemendag. Regulasi baru akan mengatur antara media sosial dan platform perdagangan atau ekonomi.

“Mestinya dia itu sosial media bukan ekonomi media, itu yang baru akan diselesaikan untuk segera diatur,” ucap Jokowi, yang mengaku bahwa pengaturan ulang lewat revisi Permendag bertujuan demi melindungi pelaku UMKM dan membenahi aktivitas perekonomian di pasar.

“Karena kita tahu itu berefek pada UMKM, kepada produksi di usaha kecil, usaha mikro, dan juga pada pasar. Ada pasar, di beberapa pasar mulai anjlok menurun karena serbuan,” lanjutnya.

Enda pun mendukung upaya pemerintah tersebut namun jika diteliti lebih rinci ini merupakan masalah pada sistem pemerintahan.

“Saya setuju bahwa tugas pemerintah adalah untuk melindungi mereka yang paling lemah dan tidak bisa bersaing. Caranya adalah dengan memperkuat dan mengedukasi pelaku usaha agar bisa bersaing, bukan melakukan proteksi karena yang terjadi adalah persaingan semu,” tegas Enda.

Aksi pedagang Pasar Tanah Abang tolak TikTok. (Sumber: Bloomberg Technoz/Dovana Hasiana)

Dengan mendukung hadirnya persaingan yang sehat, menempa pelaku usaha Indonesia berdaya saing di pasar internasional. “Justru pelaku usaha kita harusnya didukung untuk bersaing sekuat mungkin hingga masuk dan berjualan di live TikTok di negara-negara lain.

Untuk diketahui, pada Jumat, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim mengatakan pihaknya tidak akan melarang platform dagang-el TikTok Shop melalui revisi Permendag. Kementerian hanya akan mengatur lebih jelas ihwal model bisnis Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Pelaku social commerce merupakan salah satu bentuk Penyelenggara PMSE yang harus memenuhi kewajiban untuk diatur dalam Permendag, antara lain perizinan berusaha dan sebagainya. 

TikTok telah banyak disebuat sebagai pesaing serius e-commerce. TikTok punya segudang cara untuk menembus target  gross merchandise value (GMV) sebesar US$20 miliar (sekitar Rp307 triliun) tahun ini. Dalam laporan Bloomberg News menyatakan, TikTok adalah ancaman terbesar e-commerce sesungguhnya.

Media sosial milik ByteDance ini tidak hanya melakukan penetrasi pasar di Indonesia, namun Asia Tenggara secara umum, hingga mengusik pasar Sea Limited, lewat Shopee ataupun  Alibaba Group Holding Ltd. dengan Lazada. TikTok juga masuk pasar Amerika Serikat (AS), dengan Amazon sebagai pemain e-commerce terbesar.  

TikTok memberi konsep baru, dengan konsumen dapat membeli produk yang ditandai dalam video atau melalui layanan live streaming bergaya QVC. TikTok Shop juga menyediakan laman khusus “shop” dengan cara tab layar. Di dalamnya menampilkan lama home dan pengguna bisa memanfaatkan fitur search dan browse.

Untuk saat ini, TikTok belum berfokus dalam bagaimana menghasilkan pendapatan lewat aplikasi di Indonesia—sebagai pasar terbesar kedua setelah AS dari sisi pengguna.

Fokus Tiktok adalah ingin membuktikan bahwa platformnya dapat membantu merek ataupun produsen mengubah perhatian pengguna menjadi penjualan. Strategi ini sangat memusingkan bagi para rival yang sudah mapan.

(wep)

No more pages