Rusia memainkan peran penting dalam pasar solar global. Menurut data Vortexa yang dikumpulkan oleh Bloomberg, sepanjang tahun ini, Negeri Beruang Merah merupakan eksportir solar terbesar di dunia melalui laut, unggul tipis dibandingkan dengan Amerika Serikat. Negara ini mengirimkan lebih dari 1 juta barel per hari dari Januari hingga pertengahan September.
Sepintas lalu, larangan tersebut tidak akan berdampak besar pada negara-negara Barat yang mendukung Ukraina setelah pasukan Rusia melintasi perbatasan pada Februari 2022. Para importir minyak di Eropa berhenti membeli dari Rusia setelah serangan tersebut. Walhasil, Rusia pun memacu penjualan bahan bakarnya ke negara lain, termasuk Turki, Brasil, dan Arab Saudi.
Namun, perlu diketahui, karakteristik pasar minyak bersifat global. Dengan demikian, risiko hilangnya sumber pasokan dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama perlu menjadi perhatian, meski Rusia juga mungkin tidak bisa menahan ekspor terlalu lama.
Barel Rusia yang dikirim ke Arab Saudi dan Turki membebaskan solar yang diproduksi di kilang milik negara tersebut. Produk tersebut kini diekspor ke negara-negara pembeli Rusia di Eropa.
Ini bukanlah perdagangan yang efisien, tetapi hal ini memastikan semua orang tetap mendapatkan bahan bakar yang mereka butuhkan. Menghentikan pasokan Rusia ke negara-negara “bersahabat” ini berisiko dan pada akhirnya akan berdampak pada negara-negara “tidak bersahabat” di Barat melalui harga yang lebih tinggi dan membatasi ekspor dari negara-negara seperti Turki dan Arab Saudi.
Argumen penggunaan senjata sangat bergantung pada waktu penghentian produksi, karena musim panas berakhir dan konsumen Eropa mulai fokus pada bahan bakar musim dingin.
Solar sendiri merupakan bahan bakar pemanas yang penting di beberapa bagian Eropa, khususnya Jerman. Bahan bakar jenis ini digunakan dalam pergerakan barang melalui jalan darat, sehingga sangat penting dalam rantai pasok kawasan.
Rusia telah memainkan peran penting dalam memperketat pasar solar global, serta memangkas ekspor minyak mentahnya bersama-sama dengan sesama anggota kelompok produsen minyak OPEC+, terutama Arab Saudi.
Pemangkasan tersebut telah menghilangkan pasokan minyak mentah yang kaya akan bahan bakar solar bagi kilang-kilang. Penggantinya, seperti minyak yang dihasilkan dari cadangan serpih AS, menghasilkan bahan bakar yang relatif lebih sedikit.
Tekanan Dalam Negeri
Di sisi lain, ada alasan-alasan mendesak yang mendasari larangan ekspor, yang mungkin merugikan sektor pengilangan Rusia sebelum menyentuh pembeli di Eropa.
Rusia sedang bergulat dengan lonjakan harga bahan bakar di dalam negeri yang turut mendorong inflasi, bahkan ketika Presiden Vladimir Putin memerintahkan pemerintah untuk membendung kenaikan tersebut.
Permintaan dalam negeri saat ini mungkin sedang didorong oleh hasil panen yang melimpah, yang perlu dipotong dan dikumpulkan. Perang di Ukraina dan dukungan terhadap wilayah pendudukan juga meningkatkan konsumsi.
Sebaliknya, pasokan bahan bakar telah berkurang karena pemeliharaan musiman normal di kilang-kilang Rusia. Pada paruh pertama bulan ini, berdasarkan perhitungan Bloomberg, produksi kilang harian rata-rata mencapai 5,44 juta barel, turun sekitar 108.000 barel per hari dari rata-rata produksi pada sebagian besar Agustus.
Meskipun ada ketidakjelasan resmi, terdapat pemahaman di Pemerintah Rusia bahwa pembatasan tersebut hanya bersifat jangka pendek, menurut seorang pejabat yang tidak mau disebutkan namanya. Kebijakan ini hanya akan berlaku sampai mekanisme pasar baru tersedia untuk mengatur pasokan bahan bakar dalam negeri, kata pejabat lain.
Pendapatan Ekspor
Pada perkembangan lain, pabrik-pabrik penyulingan Rusia memperoleh pendapatan lebih besar dari mengekspor solar dibandingkan dengan memasok pasar domestik, dan harga internasional yang tinggi telah memberikan insentif tambahan untuk melakukan ekspor.
Untuk itu, pemerintah berulang kali harus mencari cara untuk memastikan kebutuhan lokal terpenuhi. Larangan keras terhadap arus ekspor diperlukan untuk menunjukkan kepada industri bahwa mereka perlu lebih menerima desakan pemerintah dan mencapai konsensus dengan kabinet lebih cepat, kata salah satu pejabat.
Namun, masih belum jelas seperti apa bentuk kompromi tersebut. Sebelumnya, Rusia juga mempertimbangkan bea ekspor yang sangat tinggi dan – yang lebih menguntungkan bagi industri minyak – subsidi hilir yang lebih tinggi untuk mendorong aliran ke pasar domestik.
Subsidi tersebut telah memberikan tekanan pada keuangan pemerintah dan pembayaran kepada penyulingan minyak pada Agustus naik ke tingkat tertinggi dalam lebih dari satu tahun di tengah melemahnya rubel dan harga bahan bakar yang lebih tinggi, sehingga makin membebani anggaran. Subsidi dikurangi setengahnya pada awal September.
Ini bukan pertama kalinya Rusia menggunakan tindakan keras untuk mengendalikan produsen bahan bakar dalam negeri. Pada 2018, Wakil Perdana Menteri Dmitry Kozak mengancam akan mengenakan bea ekspor yang tinggi untuk minyak mentah dan produk minyak bumi jika permintaan bahan bakar dalam negeri tidak dapat dipenuhi.
Saat itu, pertemuan larut malam antara Kozak dan para eksekutif minyak menghasilkan kesepakatan yang membekukan harga eceran bahan bakar domestik dan menjamin komitmen untuk memasok lebih banyak bahan bakar kepada pembeli di dalam negeri.
Keputusan pemerintah menetapkan peraturan tersebut bersifat sementara. “Berapa lama ini akan berlaku? Selama hal itu diperlukan untuk memastikan stabilitas pasar,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan Rusia pada Jumat, menurut kantor berita Interfax.
Kebutuhan Riil
Permintaan solar dalam negeri Rusia masih belum diketahui oleh para pengamat industri.
Secara resmi, negara ini diperkirakan memproduksi lebih dari 90 juta ton bahan bakar pada tahun ini – setara dengan sekitar 1,9 juta barel per hari – dan hanya mengonsumsi 40 juta ton dari total produksi, sehingga sisanya diekspor, menurut data dari Pavel Zavalny, ketua komite energi di majelis rendah parlemen Rusia.
Namun, tindakan perang Rusia di Ukraina menciptakan permintaan tambahan. Bahan bakar tersebut dibutuhkan untuk unit militer dan konsumen di wilayah yang dianeksasi di wilayah timur Ukraina, yang tidak memiliki kilang minyak sendiri yang beroperasi.
Perincian perbekalan bisa diklasifikasi. Namun, jumlah yang dibutuhkan untuk kebutuhan militer di enam wilayah Rusia yang berbatasan dengan Ukraina, serta wilayah Donetsk dan Luhansk yang dianeksasi, mencapai sekitar 220.000 ton pada September 2022 saja, menurut data yang dilihat oleh Bloomberg.
Bahkan, dengan adanya kebutuhan militer, produksi solar Rusia mungkin jauh melebihi kebutuhan dalam negeri, sehingga memberikan tekanan pada serapan penyimpanan negara tersebut. Rusia tidak mengungkapkan informasi tentang berapa banyak solar yang dapat ditampungnya di pelabuhan, fasilitas kilang, dan reservoir di dekat jaringan pipa utama.
Pada 18 September, total volume solar yang disimpan di fasilitas tersebut mencapai 2,96 juta ton – sekitar 22 juta barel –, menurut data industri yang dilihat oleh Bloomberg. Puncak penyimpanan sebesar 3,73 juta ton dicapai pada Februari 2023, yang menunjukkan bahwa fasilitas tersebut mungkin mampu menampung setidaknya 770,000 ton lebih. Itu berarti produksi selama tiga hari selama 13 hari pertama bulan September.
Berapa lama?
Larangan ekspor mungkin tidak dapat dipertahankan dalam waktu lama sebelum Rusia mengalami kendala kapasitas.
Memperluas kebijakan ini setelah awal Oktober akan merugikan industri minyak negara tersebut, kata seseorang yang mengetahui situasi tersebut. Kilang-kilang Rusia perlu mengurangi produksinya untuk menghindari kelebihan stok karena ruang penyimpanan kosong akan habis. Hal ini membuat masuk akal untuk mengakhiri larangan tersebut pada awal Oktober, kata sumber tersebut.
Membatasi semua ekspor akan mengakibatkan pasokan dalam negeri meningkat dengan cepat, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa jumlah bahan bakar tambahan tersebut akan dibutuhkan dalam jangka panjang dan terbatasnya ruang untuk menyimpan kelebihan tersebut.
Larangan Rusia terhadap ekspor solar dan bensin tidak akan bertahan lama, menurut konsultan industri FGE. Kegagalan untuk memulai kembali ekspor “akan memaksa penutupan kilang dan mempunyai dampak yang sama seperti yang coba dilawan oleh Moskwa – harga pompa bensin yang lebih tinggi dan kekurangan bahan bakar dalam negeri,” kata perusahaan tersebut.
Larangan ekspor solar dan bensin yang berkepanjangan tidak akan menjadi kepentingan Rusia, menurut analis Citigroup Inc. termasuk Francesco Martoccia, karena hal ini dapat memaksa kilang untuk memangkas operasinya, sehingga menyebabkan penurunan produksi minyak mentah selama musim dingin.
Permintaan solar dalam negeri Rusia untuk panen akan mencapai puncaknya dalam lima minggu ke depan, sebelum melambat pada November dan kemudian anjlok pada bulan Desember, kata para analis Citigroup. Hal ini kemungkinan akan memberikan batas atas pembatasan selama enam minggu.
“Namun demikian, larangan ekspor mungkin mengurangi rasa puas diri yang muncul di pasar mengenai ancaman gangguan Rusia,” kata analis RBC, termasuk Helima Croft dan Christopher Louney, dalam sebuah catatan.
--Dengan asistensi Prejula Prem, Jack Wittels, dan Alex Longley.
(bbn)